Sabtu, 03 Januari 2009

Redefinisi Gerakan Pemuda

Oleh :
Agus Hermawan


Coretan Sejarah Pemuda
Gerak pemuda dalam sejarah kebangsaan tak ubahnya seperti air. Selalu bergerak mencari tempat dengan potensial yang sesuai. Bila ditekan disatu titik maka ia akan merembes, muncul dan kadang muncrat ditempat lain. Seperti juga halnya dengan air, gerak pemuda ada pasang dan surutnya. Ada yang tumbuh lalu ada yang mati. Tapi satu hal yang tetap tercatat dalam sejarah adalah bahwa pergerakan pemuda adalah pergerakan yang berusaha untuk maju. (Dr.Muhammad Budi Setiawan,M.Eng)
Sepanjang catatan sejarah, pemuda selalu berada pada posisi strategis. Bentuk perannya memang tidak pernah tetap, bisa sangat cultural dilain waktu bisa menjadi sangat structural dan selalu berubah dari waktu-kewaktu sesuai periodeisasi sejarah yang melatari.
Pada fase kedaerahan misalnya, pemuda yang berjuang melalui semangat kedaerahan dimasing-masing daerah ditandai dengan lahirnya banyak tokoh perlawanan terhadap penjajah pada saat itu dalam upaya meraih kemerdekaan, seperti Pangeran Diponegoro, Cut Njak Dien, Cik Ditiro dan banyak lagi. Dalam bentuknya yang masih sangat cultural dan bersifat kedaerahan ini, tokoh-tokoh pemuda tersebut sudah menunjukkan eksistensinya sebagai pencetus maupun tonggak awal perjuangan dalam mempertahankan dan memperjuangkan kehormatan diri sebagai satu-kesatuan negara yang bernafas dan berlandaskan moral-moral agama yang menolak terhadap kependudukan kaum imperialisme penjajah.
Lain lagi halnya dengan masa awal pergerakan nasional, dimana pemuda secara sosial dimaknai sebagai generasi terpelajar (educated person) dan mulai menunjukkan perangainya sebagai simpul pemersatu tanah air dan motor penggerak (driving force) pergerakan bangsa yang ditandai dengan berdirinya Boedi Utomo 1908. Tanpa meningggalkan spirit yang sama namun dengan cara yang lebih efektif dan terkoordinasi dengan semangat persatuan. Kiprah pemuda pada masa itupun tak dapat dianggap remeh, Dr. Muhammad Hatta, misalnya, pada tahun 1926 pada usia 24 tahun, telah dipercaya untuk memimpin delegasi Indonesia ke Kongres Demokrasi International untuk Perdamaian di Bierville, Perancis. Dimana nama Indonesia diakui oleh kongres secara resmi tanpa penolakan yang berarti.
Islam yang secara jelas telah mengatakan dalam kitab sucinya Alqur’anulkarim : “Allah, Dialah yang menciptakan kamu dari keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia menciptakan (kamu) sesudah itu lemah (kembali) dan berubah. Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya dan Dialah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa.” (QS : Ar-Ruum 30 : 54).
Merujuk pada ayat di atas, Islam telah mengkategorikan 3 fase kehidupan manusia, pertama yaitu keadaan yang lemah (fase anak-anak), kemudian keadaan kuat (fase pemuda) dimana pada fase inilah manusia lebih dinamis dan terlahir sebagai agen-agen perubah, pengontrol dan pemimpin masa depan yang seharusnya mampu membawa sebuah kedamaian dan ketenteraman bagi semua kalangan, dan yang terakhir kembali kepada keadaan lemah (fase Tua).
Dalam hal ini Islam telah mengatakan, bahwa dalam setiap perubahan dan juga proses beragama, dan bernegara pemuda selalu memegang peranan penting dan menjadi leading sector dalam setiap proses perbaikan dan penataan ulang kehidupan sosial yang lebih mendekatkan diri kepada ilah atau Yang Kuasa sebagai kontrol diri dalam menghadapi arus kehidupan duniawi yang semu dan banyak mengandung unsur bara’ (berlepas diri terhadap nilai-nilai ketuhanan).

Pemuda Kekinian
Dimana, sedang apa dan bersama siapa pemuda saat ini? Sebuah celetukan pertanyaan yang saya rasa harus kita jawab bersama. Kondisi sebagian pemuda Indonesia saat ini berada dalam keberadaan yang sangat memprihatinkan. Kasus-kasus narkoba, seks bebas, mabuk, kekerasan dan lain sebagainya terus menyertai pemberitaan mengenai pemuda Indonesia saat ini. Seolah-olah hal ini telah menciptakan stigma tersendiri bagi pemuda saat ini yang seharusnya menjadi agent of control (agen pengontrol) berubah menjadi agent lose control (agen yang lepas control). Belum hilang rasanya memory ingatan kita dimana akhir-akhir ini maraknya pemberitaan mahasiswa yang bentrok antar kampus dimakassar hanya karena permasalahan saling ejek antar individu, atau pemberitaan mengenai kekerasan yang terjadi di IPDN (Institut Pemerintahan Dalam Negeri) yang merenggut beberapa nyawa, hal inipun semakin heboh dengan dengan bukti-bukti dalam buku ”IPDN Undercover” mengenai banyaknya seks bebas dan aborsi dikalangan mahasiswa IPDN.
Apa jadinya jika negara ini harus dipimpin oleh pemuda-pemuda tersebut...? pemuda yang harusnya menjadi agent of future atau pemuda yang lebih lekat dengan identitas sebagai kaum intelektual, ternyata tak ubahnya dengan preman yang hanya berkedok mahasiswa atau apalah sebutannya. Ironis memang dan harusnya ini merupakan bahan refleksi kita bersama. Haruskah kita pemuda terus berada dan berbangga dengan stigma yang diberikan ini? atau lebih memilih untuk berbenah diri sekecil apapun itu, karena kita memang sudah seharusnya mengambil peranan itu kembali, peranan kita sebagai agent of control (agen pengontrol), future leaders (pemimpin masa depan), agent of change (agen perubah), director of change (pengarah perubahan) dan sebagai agent of social (agen sosial). Tidak lantas berbalik menjadi figur yang individualistis dan menutup mata tanpa peduli pada keberadaan sekitar.

Redefinisi Gerakan Pemuda
Meskipun demikian, kita tetap tidak boleh mengesampingkan kenyataan bahwa masih ada pemuda Indonesia yang berprestasi hingga tingkat international. Sudah beberapa tahun ini pelajar Indonesia meraih juara di Olimpiade fisika International. Sebuah prestasi yang sangat membanggakan bangsa ini. Belum lagi dengan banyaknya putra bangsa ini yang mampu bersaing dan berkompetisi dengan skill yang dimiliki, sebagai contoh yaitu President RI ke-3, Bpk Prof.BJ.Habibie, yang mana pemikirannya banyak diadopsi oleh negara jerman dalam pembuatan teknologi transportasi baik itu kapal maupun pesawat terbang.
Harusnya hal ini mampu menjadi stimulan bagi generasi muda bangsa saat ini. Sebagai bahan acuan untuk membangun karakter pemuda yang telah lama terpendam dan tidur dalam kelelapan Hedonisme dan Sekulerisme. Bentuk pengartian kembali terhadap gerakan pemuda (Redefinisi Gerakan Pemuda) saat ini memang sangat diperlukan, selain karena tuntutan jaman yang semakin memerlukan peran dan partisipasi pemuda sebagai pemegang estafet pembangunan kedepannya, dilain sisi juga karena kondisi kebangsaan saat ini yang mengalami berbagai krisis. Mulai dari krisis multidimensi, krisis ekonomi dan juga krisis moralitas kepemudaan semakin menjauhkannya dari peran seharusnya.
Pemuda yang seolah-olah terlena dengan kehidupan duniawi (Hedonisme) dan lebih beranggapan tidak pentingnya agama sebagai self control dengan kata lain sekularisme menyebabkan pola pikir dan tindakan yang seharusnya berasal dari moralitas diri, terlepas dan mengalir begitu saja tanpa ada bedeng yang mampu membentengi diri. karena walau bagaimanapun tidak akan pernah tercipta suatu prestasi dan karya yang bersifat konstruktif apabila pribadi pemuda tersebut jauh dari yang nama Iman. Artinya kondisi kepemudaan saat ini tak terlepas dari kualitas diri yang jauh dari nilai-nilai agama, karena bagaimanapun agama seharusnya menjadi fondasi pemikiran dan juga tindakan agar output yang dikeluarkan tidak sembrono.
Dengan kata lain jika pemuda menyadari dan mencoba untuk meredifinisi gerakannya. Maka tidak ada jalan lain, kecuali dengan kembali kepada fitrahnya sebagai makhluk yang berketuhanan dan berkewajiban menjalankan setiap perintah agama. Karena seharusnya Demokrasi (Kekuasaan Manusia) harus menyesuaikan dengan Theokrasi (Kekuasaan Tuhan), bukan sebaliknya...!!!

Hidup Pemuda...!
Hidup Mahasiswa...!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Aku Bicara © 2008. Design by :Yanku Templates Sponsored by: Tutorial87 Commentcute