Senin, 13 Desember 2010

Syariat Islam Mengenai Cinta & Menikah Tanpa Cinta


Cinta seorang laki-laki kepada wanita dan cinta wanita kepada laki-laki adalah perasaan yang manusiawi yang bersumber dari fitrah yang diciptakan Alloh Subhanallohu wa Ta’ala di dalam jiwa manusia, yaitu kecenderungan kepada lawan jenisnya ketika telah mencapai kematangan pikiran dan fisiknya. Sebagaimana Firman Alloh Subhanallohu wa Ta’ala, yang artinya: "Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya adalah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendir , supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya , dan dijadikan-Nya diantara kamu rasa kasih sayang .Sesungguhnya pada yang demikian itu benar- benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir” (QS. Ar Rum: 21)

Cinta pada dasarnya adalah bukanlah sesuatu yang kotor, karena kekotoran dan kesucian tergantung dari bingkainya. Ada bingkai yang suci dan halal dan ada bingkai yang kotor dan haram. Cinta mengandung segala makna kasih sayang, keharmonisan, penghargaan dan kerinduan, disamping mengandung persiapan untuk menempuh kehiduapan dikala suka dan duka, lapang dan sempit.

Cinta Adalah Fitrah Yang Suci

Cinta bukanlah hanya sebuah ketertarikan secara fisik saja. Ketertarikan secara fisik hanyalah permulaan cinta bukan puncaknya.Dan sudah fitrah manusia untuk menyukai keindahan.Tapi disamping keindahan bentuk dan rupa harus disertai keindahan kepribadian dengan akhlak yang baik.

Islam adalah agama fitrah karena itulah islam tidaklah membelenggu perasaan manusia.Islam tidaklah mengingkari perasaan cinta yang tumbuh pada diri seorang manusia .Akan tetapi islam mengajarkan pada manusia untuk menjaga perasaan cinta itu dijaga , dirawat dan dilindungi dari segala kehinaan dan apa saja yang mengotorinya.

Islam mebersihkan dan mengarahkan perasaan cinta dan mengajarkan bahwa sebelum dilaksanakan akad nikah harus bersih dari persentuhan yang haram.

Menikah Tanpa Cinta

Adakalanya sebuah pernikahan terjadi tanpa dilandasi oleh cinta. Mereka berpendapat bahwa cinta itu bisa muncul setelah pernikahan. Islam memandang bahwa faktor ketertarikan merupakan faktor yang tidak bisa diabaikan begitu saja.Islam melarang seorang wali menikahkan seorang gadis tanpa persetujuannya dan menghalanginya untuk memilih lelaki yang disukainya seperti yang termuat dalam Al Qur'an dan Al Hadist

Firman Alloh Subhanallohu wa Ta’ala, yang artinya: "Maka janganlah kamu (para wali) menghalangi mereka kawin dengan bakal suaminya" (QS. Al Baqarah: 232)

"Dari Ibnu Abbas rodhiyallahu anhu , bahwa seorang wanita datang kepada Rasulullah shalallahu ‘alahi wa sallam , lalu ia memberitahukan bahwa ayahnya telah menikahkannya padahal ia tidak suka , lalu Rasulullah shalallahu ‘alahi wa sallam memberikan hak kepadanya untuk memilih” (HR Abu Daud)

Karena yang menjalani sebuah pernikahan adalah kedua pasangan itu bukanlah wali mereka.

Selain itu seorang yang hendak menikah hendaknyalah melihat dahulu calon pasangannya seperti termuat dalam hadist: "Apabila salah seorang dari kamu meminang seorang wanita maka tidaklah dosa atasnya untuk melihatnya, jika melihatnya itu untuk meminang, meskipun wanita itu tidak melihatnya" (HR. Imam Ahmad)

Memang benar dalam beberapa kasus, pasangan yang menikah tanpa didasari cinta bisa mempertahankan pernikahannya. Tapi apakah hal ini selalu terjadi, bagaimana bila yang terjadi adalah sebuah neraka pernikahan, kedua pasangan saling membenci dan saling mencaci maki satu sama lain. Sebuah pernikahan dalam islam diharapkan dapat memayungi pasangan itu untuk menikmati kehidupan yang penuh cinta dan kasih sayang dengan mengikat diri dalam sebuah perjanjian suci yang diberikan Alloh Subhanallohu wa Ta’ala. Karena itulah rasa cinta dan kasih sayang ini sudah sepantasnya merupakan hal yang harus diperhatikan sebelum kedua pasangan mengikat diri dalam pernikahan. Karena inilah salah satu kunci kebahagian yang hakiki dalam mensikapi problematika rumah tangga nantinya.

Jumat, 09 Juli 2010

Oh..Andaikan Aburizal Bakrie Berani Meniru Cut Tari

Meskipun banyak kalangan menganggap bahwa permintaan maaf saja
tak cukup, tapi Cut Tari memberikan contoh yang baik. Cut Tari dengan
berlinang air mata meminta maaf kepada publik atas peredaran video mesum
mirip dirinya.

Bandingkan dengan mantan petinggi Group Bakrie, Aburizal Bakrie yang
masih saja tidak merasa bahwa Group Bakrie bersalah dalam kasus lumpur
Lapindo. Tidak peduli mayoritas pendapat pakar geologi internasional
mengatakan bahwa semburan lumpur itu bukan bencana alam melainkan akibat
aktivitas pemboran. Tidak peduli dengan bocornya dokumen rahasia MEDCO
yang mengungkapkan bahwa aktivitas pemboran adalah pemicu terjadinya
semburan lumpur. Begitu juga dengan hasil audit BPK.

Oh, andaikata Aburizal Bakrie berani meniru keberanian Cut Tari untuk
meminta maaf ke publik.. Ia meminta maaf kepada warga Porong, Sidoarjo
atas terjadinya semburan lumpur Lapindo. Ia juga meminta maaf kepada
seluruh rakyat Indonesia bahwa penanganan semburan lumpur Lapindo telah
menyedot uang rakyat di APBN.

Hindari Politik Tikus, Kembalikan Bakrie Award!

Kucing datang,Cepat ganti muka

Segera menjelma, Bagai tak tercela

(Tikus-Tikus Kantor, Iwan Fals)


Cuplikan lagu Iwan Fals yang berjudul "Tikus-Tikus Kantor"
menggambarkan prilaku manusia yang mengikuti sifat tikus. Meskipun
salah, karena kelihaiannya, seakan-akan menjadi seorang malaikat yang
tak tercela.

Anehnya, beberapa waktu yang lalu, mantan petinggi Group Bakrie yang
juga Ketua Umum Partai Golkar menyerukan kepada kader partai, yang
besar di era rejim otoriter orde baru itu, untuk meniru prilaku tikus
dalam berpolitik.

Sementara sebelumnya, dihadapan para komunitas blogger, Aburizal Bakrie
dengan lantangnya mengatakan tidak merasa bersalah dalam kasus semburan
lumpur Lapindo. Ia seakan mengabaikan bahwa mayoritas pakar pemboran
internasional mengungkapkan bahwa semburan lumpur di Sidoarjo bukan
bencana alam namun akibat aktivitas pemboran Lapindo, perusahaan milik
Group Bakrie. Hal yang sama juga diungkapkan oleh hasil audit Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK). Untuk menyembunyikan kejahatan itulah,
Aburizal Bakrie menggunakan instrumen Partai Golkar dan Sekretariat
Gabungan Partai Koalisi.

Intelektual dan budayawan tentu sangat berperan dalam membela
masyarakat yang menjadi korban semburan lumpur Lapindo ini. Kebenaran
dan keadilan harus ditegakan. Para intelektual dan budayawan harus
mulai berani menyuarakan nuraninya. Korban lumpur Lapindo harus mereka
bela.

Namun penghargaan Bakrie Award sangat mungkin akan membuat para
intelektual dan budayawan itu enggan dan ragu untuk menyuarakan
kebenaran dan keadilan dalam kasus semburan lumpur Lapindo.

Untuk itu, Gerakan Masyarakat Sipil Menuntut Keadilan Korban Lumpur
Lapindo menyerukan kepada para penerima Bakrie Award, untuk
mengembalikan Bakrie Award. Dengan mengembalikan penghargaan, para
intelektual dan budayawan itu menjadi bebas untuk menyuarakan kebenaran
dan keadilan dalam kasus lumpur Lapindo. Tentu saja dengan
mengembalikan Bakrie Award, para intelektual dan budayawan itu juga
terhindar dari ancaman politik tikus yang memiliki karakter licik dan
culas.

Para penyeru untuk pengembalian Bakrie Award:

1. Siti Maemunah, Jariangan Advokasi Tambang (Jatam)

2. Andree Wijaya (Jatam)

3. Usman Hamid, Komite untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS)

4. Chalid Muhammad, Institut Hijau Indonesia

5. Riza Damanik, Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA)

6. Berry Nadian Furqon, Walhi Nasional

7. Taufik Basari, LBH Masyarakat

8. Doel Haris, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI)

9. Catur, Walhi Jawa Timur

10. Rini Nasution, Yayasan SatuDunia

11. Musjtaba Hamdi, Posko Korban Lapindo-Porong, Sidoarjo

12. Firdaus Cahyadi, Yayasan SatuDunia

13. Sinung , KontraS

14. Ndaru, Imparsial

15. Larasati, LBH Masyarakat

16. Luluk, Jatam

17. Beggy, Jatam

18. Pius Ginting, Walhi Nasional

19. Halim, Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA)

20. Dewi, Solidaritas Perempuan

21. Dyah Paramita, ICEL

22. Selamet Daryoni, Institut Indonesia Hijau

23. Cut Rindayu, Yayasan SatuDunia

24. Hendro Sangkoyo

25. Torry Kuswardono

26. Arief Wicaksono

27. Andreas Harsono, Yayasan Pantau

28. Imam Shofwan, Yayasan Pantau

29. Don K. Marut

30. Riza V. Tjahjadi, Biotani & Bahari Indonesia

31. Teguh Surya, Walhi Nasional

32. Erwin Basrin dari Akar Bengkulu

33. Ronald Reagen dari Komkot PRP Bengkulu

34. Sofyan, Bingkai-Indonesia, Jogjakarta

35. Abdul Waidl, Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M) Jakarta

36. Siti Nurrofiqoh, Yayasan Pantau

37. Wahyu Susilo, Infid

38. Mohammad Djauhari, KPSHK

39. M. Zulficar Mochtar, Destructive Fishing Watch (DFW)

40. SABASTIAN E SARAGIH

41. Ruby, Asian Muslem Action Network (AMAN) Indonesia

42. Djuni Pristiyanto, Moderator Milis Lingkungan dan Milis Bencana

43. Bosman Batubara

44. Akhmad Murtajib, Institut Studi untuk Penguatan Masyarakat

45. Valentina Sri Wijiyati, Koord. Div. Advokasi Penganggaran Untuk Pemenuhan Hak EKOSOB IDEA Yogyakarta.

46. Muslimin Beta, Turatea Profesional Network

47. Maria Josephine Wijiastuti, Jakarta

48. R. Yando Zakaria, fellow pada Lingkar Pembaruan Desa dan Agraria (KARSA), Yogyakarta.

49. Fahri Salam, Yayasan Pantau

50. Subagyo, LHKI Surabaya

51. AbduRahman, Tankinaya Institute

52. Chick Rini, Yayasan Leuser International

53. Rere Christanto, Posko Porong

54. Dian Prima, Posko Porong

55. Sapariah Saturi-Harsono, Wartawan

56. Endang Prihatin, Wartawan

57. Indra Purnomo, Freelancer

disunting dari : Firdaus Cahyadi
Aku Bicara © 2008. Design by :Yanku Templates Sponsored by: Tutorial87 Commentcute