Jumat, 09 Juli 2010

Oh..Andaikan Aburizal Bakrie Berani Meniru Cut Tari

Meskipun banyak kalangan menganggap bahwa permintaan maaf saja
tak cukup, tapi Cut Tari memberikan contoh yang baik. Cut Tari dengan
berlinang air mata meminta maaf kepada publik atas peredaran video mesum
mirip dirinya.

Bandingkan dengan mantan petinggi Group Bakrie, Aburizal Bakrie yang
masih saja tidak merasa bahwa Group Bakrie bersalah dalam kasus lumpur
Lapindo. Tidak peduli mayoritas pendapat pakar geologi internasional
mengatakan bahwa semburan lumpur itu bukan bencana alam melainkan akibat
aktivitas pemboran. Tidak peduli dengan bocornya dokumen rahasia MEDCO
yang mengungkapkan bahwa aktivitas pemboran adalah pemicu terjadinya
semburan lumpur. Begitu juga dengan hasil audit BPK.

Oh, andaikata Aburizal Bakrie berani meniru keberanian Cut Tari untuk
meminta maaf ke publik.. Ia meminta maaf kepada warga Porong, Sidoarjo
atas terjadinya semburan lumpur Lapindo. Ia juga meminta maaf kepada
seluruh rakyat Indonesia bahwa penanganan semburan lumpur Lapindo telah
menyedot uang rakyat di APBN.

Hindari Politik Tikus, Kembalikan Bakrie Award!

Kucing datang,Cepat ganti muka

Segera menjelma, Bagai tak tercela

(Tikus-Tikus Kantor, Iwan Fals)


Cuplikan lagu Iwan Fals yang berjudul "Tikus-Tikus Kantor"
menggambarkan prilaku manusia yang mengikuti sifat tikus. Meskipun
salah, karena kelihaiannya, seakan-akan menjadi seorang malaikat yang
tak tercela.

Anehnya, beberapa waktu yang lalu, mantan petinggi Group Bakrie yang
juga Ketua Umum Partai Golkar menyerukan kepada kader partai, yang
besar di era rejim otoriter orde baru itu, untuk meniru prilaku tikus
dalam berpolitik.

Sementara sebelumnya, dihadapan para komunitas blogger, Aburizal Bakrie
dengan lantangnya mengatakan tidak merasa bersalah dalam kasus semburan
lumpur Lapindo. Ia seakan mengabaikan bahwa mayoritas pakar pemboran
internasional mengungkapkan bahwa semburan lumpur di Sidoarjo bukan
bencana alam namun akibat aktivitas pemboran Lapindo, perusahaan milik
Group Bakrie. Hal yang sama juga diungkapkan oleh hasil audit Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK). Untuk menyembunyikan kejahatan itulah,
Aburizal Bakrie menggunakan instrumen Partai Golkar dan Sekretariat
Gabungan Partai Koalisi.

Intelektual dan budayawan tentu sangat berperan dalam membela
masyarakat yang menjadi korban semburan lumpur Lapindo ini. Kebenaran
dan keadilan harus ditegakan. Para intelektual dan budayawan harus
mulai berani menyuarakan nuraninya. Korban lumpur Lapindo harus mereka
bela.

Namun penghargaan Bakrie Award sangat mungkin akan membuat para
intelektual dan budayawan itu enggan dan ragu untuk menyuarakan
kebenaran dan keadilan dalam kasus semburan lumpur Lapindo.

Untuk itu, Gerakan Masyarakat Sipil Menuntut Keadilan Korban Lumpur
Lapindo menyerukan kepada para penerima Bakrie Award, untuk
mengembalikan Bakrie Award. Dengan mengembalikan penghargaan, para
intelektual dan budayawan itu menjadi bebas untuk menyuarakan kebenaran
dan keadilan dalam kasus lumpur Lapindo. Tentu saja dengan
mengembalikan Bakrie Award, para intelektual dan budayawan itu juga
terhindar dari ancaman politik tikus yang memiliki karakter licik dan
culas.

Para penyeru untuk pengembalian Bakrie Award:

1. Siti Maemunah, Jariangan Advokasi Tambang (Jatam)

2. Andree Wijaya (Jatam)

3. Usman Hamid, Komite untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS)

4. Chalid Muhammad, Institut Hijau Indonesia

5. Riza Damanik, Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA)

6. Berry Nadian Furqon, Walhi Nasional

7. Taufik Basari, LBH Masyarakat

8. Doel Haris, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI)

9. Catur, Walhi Jawa Timur

10. Rini Nasution, Yayasan SatuDunia

11. Musjtaba Hamdi, Posko Korban Lapindo-Porong, Sidoarjo

12. Firdaus Cahyadi, Yayasan SatuDunia

13. Sinung , KontraS

14. Ndaru, Imparsial

15. Larasati, LBH Masyarakat

16. Luluk, Jatam

17. Beggy, Jatam

18. Pius Ginting, Walhi Nasional

19. Halim, Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA)

20. Dewi, Solidaritas Perempuan

21. Dyah Paramita, ICEL

22. Selamet Daryoni, Institut Indonesia Hijau

23. Cut Rindayu, Yayasan SatuDunia

24. Hendro Sangkoyo

25. Torry Kuswardono

26. Arief Wicaksono

27. Andreas Harsono, Yayasan Pantau

28. Imam Shofwan, Yayasan Pantau

29. Don K. Marut

30. Riza V. Tjahjadi, Biotani & Bahari Indonesia

31. Teguh Surya, Walhi Nasional

32. Erwin Basrin dari Akar Bengkulu

33. Ronald Reagen dari Komkot PRP Bengkulu

34. Sofyan, Bingkai-Indonesia, Jogjakarta

35. Abdul Waidl, Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M) Jakarta

36. Siti Nurrofiqoh, Yayasan Pantau

37. Wahyu Susilo, Infid

38. Mohammad Djauhari, KPSHK

39. M. Zulficar Mochtar, Destructive Fishing Watch (DFW)

40. SABASTIAN E SARAGIH

41. Ruby, Asian Muslem Action Network (AMAN) Indonesia

42. Djuni Pristiyanto, Moderator Milis Lingkungan dan Milis Bencana

43. Bosman Batubara

44. Akhmad Murtajib, Institut Studi untuk Penguatan Masyarakat

45. Valentina Sri Wijiyati, Koord. Div. Advokasi Penganggaran Untuk Pemenuhan Hak EKOSOB IDEA Yogyakarta.

46. Muslimin Beta, Turatea Profesional Network

47. Maria Josephine Wijiastuti, Jakarta

48. R. Yando Zakaria, fellow pada Lingkar Pembaruan Desa dan Agraria (KARSA), Yogyakarta.

49. Fahri Salam, Yayasan Pantau

50. Subagyo, LHKI Surabaya

51. AbduRahman, Tankinaya Institute

52. Chick Rini, Yayasan Leuser International

53. Rere Christanto, Posko Porong

54. Dian Prima, Posko Porong

55. Sapariah Saturi-Harsono, Wartawan

56. Endang Prihatin, Wartawan

57. Indra Purnomo, Freelancer

disunting dari : Firdaus Cahyadi
Aku Bicara © 2008. Design by :Yanku Templates Sponsored by: Tutorial87 Commentcute