Kamis, 12 Februari 2009

Pakar Yunani Kuno vs Pakar Muslim di Bidang Ilmu-Ilmu Eksakta

Matematika bangsa Yunani Kuno terbentuk dari bahan-bahan tradisi bangsa-bangsa Sumaria, Babilonia dan Mesir Kuno, demikian pula halnya Ilmu Pengetahuan Alam/sains, yang asasnya hanya pada observasi saja. Ilmu Ukur diperkembang oleh pakar Yunani Kuno secara sistematis, dan mencapai puncak kemajuannya dalam zaman Euclid. Namun dalam bidang matematika yang lain yaitu ilmuhitung, tidak memperolah kemajuan. Tidak ada pertambahan operasi, tetap hanya menambah, mengurang, mengali dan membagi saja. Dengan demikian mereka itu hanya tetap berkisar dalam bilangan rasional saja. Hal ini membawa akibat yang parah, ilmu hitung tidak dapat mengikuti perkembangan ilmu ukur, sehingga ilmu ukur itu berjalan sendiri tanpa dukungan ilmu hitung. Ada beberapa bagian dari Dialogue Plato (427 - 347 Seb.Miladiyah) yang menunjukkan pemisahan itu mencapai puncaknya, artinya keduanya sudah terpisah sama sekali dalam zaman Euclid.

Alhasil matematika di tangan bangsa Yunani Kuno pecah dua dalam pengertian yang sebenar-benarnya. Ilmu ukur maju melesat ke depan meninggalkan ilmu hitung jauh di belakang. Dengan demikian matematika di zaman Yunani kuno tidak mungkin dapat dipakai untuk menunjang sains/ilmu pengetahuan alam dalam hal mengujicoba hasil penafsiran alam, sehingga sains hanya terpaku pada teori yang sifatnya spekulatif. Maka asas Pendekatan Ilmiyah di zaman Yunani Kuno terhenti hanya sampai penafsiran saja sebagai tahap lanjut dari observasi.

***

Para Pakar Muslim kuno di zaman keemasan Islam (abad 7 sampai abad 13 Miladiyah) berhasil memperkembang ilmu ukur menjadi ilmu ukur sudut dan ilmu ukur bola seperti yang kita kenal sekaang ini. Al Battani (858 - 929) mengganti busur dengan sinus, mempergunakan tangen dan kotangen. Abu ‘lWafa (940 - 997) mendapatkan metode baru untuk membuat tabel sinus, memperkenalkan sekan dan kosekan. Operasi dalam ilmu hitung diperlengkap dengan operasi akar dan logaritme sebagai lawan pangkat. Dengan demikian ruang lingkup bilangan menjadi lebih luas, yaitu bilangan irrasional dan imajiner. Kata-kata logaritme dan algorism berasal dari nama orang yang mendapatkannya yaitu Al Khawarismi (780 - 850). Di tangan para pakar Muslim itu cabang-cabang matematika yaitu itu ilmu hitung dan ilmu ukur diperkembang kemudian dijalin menjadi utuh tidak terlepas seperti dalam keadaannya di tangan para pakar Yunani Kuno tersebut. Maka menjadilah matematika itu sebagai disiplin ilmu yang menunjang metode ujicoba dalam sains. Alhasil kebudayaan Islam (maksudnya kebudayaan yang diisi oleh nilai-nilai non-historis, yaitu wahyu) dapat menyumbangkan metode ujicoba yang memungkinkan lahirnya Ilmu Pengetahuan seperti yang kita miliki sekarang ini.

Yang ideal bagi orang-orang Yunani Kuno adalah keindahan visual. Inilah yang menjadi landasan ideologi mereka. Keindahan yang berasaskan perbandingan yang dinyatakan oleh hubungan angka-angka yang tetap. Wajah manusia, patung, atau bentuk arsitektur, bahkan drama harus mempunyai perbandingan-perbandingan tetap di antara bagian-bagiannya supaya indah. Keluar dari hubungan angka-angka perbandingan itu mengakibatkan sesuatu itu “rusak” bentuknya sehingga tidak menjadi indah lagi. Pola pemikiran ini menghasilkan pandangan bahwa alam semesta ini merupakan kesatuan yang statis, oleh karena bagian-bagian dari alam smesta ini harus mempunyai perbandingan yang dinyatakan oleh hubungan angka-angka yang tetap. Alhasil, pengertian waktu bukanlah hal yang perlu mendapat perhatian, oleh karena alam semesta ini statis. Bahkan menurut Zeno dan Plato waktu adalah sesuatu yang tidak-nyata (unreal). Maka dapatlah kita mengerti apabila para pakar Yunani Kuno hanya menghasilkan matematika yang statis sifatnya, tidak mengandung unsur variabel dan fungsi. Demikianlah idea orang Yunani Kuno yang menganggap ideal keindahan visual, hanya dapat menghasilkan matematika yang statis.

Yang ideal bagi seorang Muslim bukanlah keindahan visual, melainkan Yang Tak Terbatas, yaitu Allah SWT dengan sifat-sifatnya yang Maha Sempurna. Pakar-pakar Muslim dituntun oleh akar yang non historis, yakni wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, yaitu Al Quran. Dalam S. Al Fathihah Allah disebut Rabbul’alamien, Maha Pengatur alam semesta. Dengan demikian alam semesta ini tidak statis, melainkan dinamis. Dan unsur penting dalam dinamika ialah waktu. Jadi menurut pandangan seorang Muslim waktu itu riel, tidak seperti pandangan Zeno dan Plato di atas itu. Bahkan dalam Al Quran ada sebuah surah yang bernama S. Al ‘Ashr. Surah ini dibuka dengan kalimah wa-l’Ashri, yang artinya perhatikanlah waktu.

Masuknya faktor waktu dalam matematika, mengubah wajah matematika itu menjadi baru sama sekali. Ilmu hitung diperkembang menjadi aljabar. Unsur ilmu hitung yang statis yaitu bilangan, diperkaya dengan unsur yang dinamis yaitu variabel dan fungsi. Dalam matematika ada dua cara dalam menyatakan fungsi. Pertama yang langsung y(x), yang kedua melalui parameter waktu x(t), y(t), yang ditampilkan oleh Al Biruni (793 - 1048). Umar Khayyam menciptakan pula sejenis matematika yang disebutnya dengan al khiyam, sayang ilmu itu tidak berkembang hingga dewasa ini.

Kesimpulannya dapatlah kita lihat pakar Yunani Kuno tidak mampu mengembangkan matematika untuk dapat dipakai sebagai disiplin ilmu dalam hal menunjang metode ujicoba dalam sains. Para pakar Muslim Kuno telah berhasil memperkembang matematika, sehingga dapatlah matematika itu dijadikan disiplin ilmu yang dapat menunjang metode ujicoba dalam sains, sehingga sains dapat mencapai wujudnya yang sekarang ini, yaitu observasi, penafsiran observasi yang menghasilkan teori yang spekulatif kemudian dengan unsur ujicoba yang menyaring teori yang spekulatif itu sehingga tidak spekulatif lagi. WaLlahu a’lamu bisshawab

*** Makassar, 1 Maret 1992 [H.uh.Nur Abdurrahman]



kompilasi ke chm oleh pakdenono - www.pakdenono.com
berasal dari www.freewebs.com/hmnur/ & www.freewebs.com/hmnur1/
- di download dari situs diatas pada tgl. 23 juni 2006

Minggu, 08 Februari 2009

REFLEKSI 62 TAHUN PERJALANAN HMI

Makna 5 Februari

5 Februari mungkin tak berarti apa-apa bagi kebanyakan warga negeri ini. Aktivitas yang dilakukanpun terkesan sama dan tak jauh beda dengan hari-hari biasanya. Sawah dan ladang tetaplah digarap bagi petani, laut dan ikan tetaplah menjadi pemandangan hari-hari bagi para nelayan, kantor dan banyaknya kasus rakyat tetaplah pula menjadi santapan rutinitas bagi mereka yang menamakan dirinya wakil rakyat dan berjuta aktivitas lainnyapun terkesan sama dari hari kehari. Namun kondisi ini tidaklah berlaku bagi kami dan mereka yang menamakan dirinya Insan Cita atau kader Himpunan Mahasiswa Islam.
Himpunan Mahasiswa Islam atau yang lebih dikenal dengan HMI merupakan organisasi mahasiswa yang mempunyai sejarah cukup panjang. Ia lahir dari sebuah keprihatinan atas kondisi bangsa dan umat Islam yang saat itu sangat terpuruk dan terbelakang dalam segala aspek, baik moral, mental, kemandirian dan intelektualitas. Tujuan didirikannya HMI itu pun tidak lepas dari semangat itu, yakni untuk melakukan syiar Islam dan memajukan bangsa Indonesia. Maka pada 5 Februari 1947 bertepat di Sekolah Tinggi Islam (kini Universitas Islam Indonesia/UII) Yogyakarta, ayahanda Prof. Lafran Pane dan kawan-kawan membentuk organisasi kemahasiswaan yang diberi nama Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) ini.
HMI yang kini telah berusia 62 tahun (5 Februari 2009) dan hampir mempunyai kader di seluruh perguruan tinggi di Indonesia dan kader-kadernya yang sudah tersebar di seluruh nusantara dulu tidaklah sebesar dan eksis seperti saat ini. Awal berdirinya HMI penuh dengan dinamika dan tantangan yang cukup hebat. Terutama masa-masa awal kemerdekaan, di mana HMI vis a vis langsung dengan kaum penjajah.
Pada fase berikutnya HMI juga menghadapi tantangan dari dalam, yakni pada masa pemerintah Orde Lama. Sebagaimana kita ketahui bahwa saat itu pemerintahan Soekarno begitu kuat dan didukung penuh oleh kekuatan Partai Komunis Indonesia (PKI). Sehingga PKI pada saat itu dengan berbagai cara berupaya untuk membubarkan HMI. Tetapi alhamdulillah Allah SWT melindungi sehingga Orde Lama Soekarno berpihak kepada HMI dan HMI tidak jadi dibubarkan.
Di masa Orde Baru, gerakan-gerakan yang mengarah pada pengkerdilan eksistensi dan perjuangan HMI juga sering terjadi, baik yang direncanakan maupun yang tidak. Gerakan yang dampaknya paling terasa hingga kini adalah ketika pemerintah Orde Baru Soeharto memberlakukan asas tunggal Pancasila bagi seluruh organisasi kemasyarakatan dan kepemudaan (kemahasiswaan). Tak pelak kebijakan tersebut membuat HMI berada di persimpangan jalan antara kelompok yang ingin terus mempertahankan asas Islam dengan kelompok yang ingin menggunakan asas Pancasila sebagai alternatif agar organisasi Syiar Islam ini selamat dari pembubaran. Maka pada Kongres di Padang tahun 1986 HMI pecah menjadi dua kubu: HMI Dipo dan HMI MPO (Majelis Penyelamat Organisasi). Dan sampai hari ini perbedaan fikroh itu masih menjadi sebuah dinamika yang kami rasakan di organisasi yang kami cintai karena “I” nya ini.
Realitas di atas menunjukkan bahwa HMI sesungguhnya organisasi yang sangat teruji. Ia memiliki manajemen yang bagus (rapi), mempunyai sistem pengkaderan yang sistematis dan berkelanjutan, piawai dalam memanajemen konflik. Selain itu, kekuatan lain dari HMI adalah ia memiliki kader-kader yang berkualitas dengan tingkat profesionalitas di bidangnya masing-masing. Dari segi intelektualitas HMI luar biasa, ada yang menjadi menteri, gubernur/wakil gubernur, walikota/wakil walikota, bupati/wakil bupati, wakil presiden, ada yang menjadi cendikiawan dan seterusnya. Kalau dilihat dari sisi ini boleh dikatakan bahwa sistem pengkaderan di organisasi tertua dan terbesar ini terbilang sukses dan berhasil.

HMI Menurut Mereka

Dengan realitas fenomena di atas tadi secara langsung maupun tidak faktanya telah membuat dua sisi yang selalu mengawal keberadaan dan perjuangan HMI. sisi pertama adalah mereka yang selalu merasa optimistis dan memuji setiap perjuangan HMI, mereka pulalah orang-orang yang selalu mengagumi sosok keberadaan dan eksistensi organisasi ini karena percaya akan potensi dari setiap kader HMI. Namun dilain sisi banyak pula dari mereka yang pesimistis, aphatis dan mungkin juga arespek terhadap organisasi ini. karena menurut mereka kader-kader HMI adalah kader-kader Islam yang Sekuler yang sudah mengalami kemerosotan dari tahun-ketahun. Bahkan ada yang lebih ekstrim dengan menyebutkan bahwa HMI sudah kehilangan Independensinya sebagai organisasi mahasiswa yang kritis dan beralih memihak terhadap Pemerintah karena banyaknya Alumni dari organisasi tertua dan terbesar se-Indonesia ini yang menjadi kalangan Kabir (Kapitalis Birokrat) dengan kata lain HMI kami adalah Kapitalis Cilik yang hanya selalu duduk manja, cukup tersenyum dan terima angpao saja.

HMI Pun Menjawab

Sebagai sebuah organisasi yang sangat teruji akan eksistensinya terhadap Jaman. Tentunya sangat wajar jika fenomena kritik dan apresiasi di atas terus berdatangan pada HMI. Tidak saja karena HMI memiliki kader-kader yang berkualitas dengan tingkat profesionalitas di bidangnya masing-masing yang tentu saja dengan hal ini mengakibatkan segala tindak tanduknya selalu menjadi sorotan publik baik itu bersifat positif maupun negatif doing. Tapi disisi lain juga menandakan akan bentuk kepedulian dan harapan umat dan masyarakat negeri ini terhadap organisasi yang sudah berusia 62 tahun ini. Harapan itu hadir paling tidak dalam bentuk amanah dan pesan agar para generasi Insan Cita ini terus maju dan berkarya demi kejayaan agama dan negeri tercinta ini.
Dalam rangka menjawab sejuta aspirasi, apresiasi dan kritik itu, memang sudah sepantasnya ia, kami, dan mereka yang mengaku para kader HMI kader insan cita melakukan Kritik Oto Kritik dan evaluasi diri sebagai bentuk penghargaan dan jawaban atas segala keraguan yang selama ini ditamparkan pada organisasi tercinta yang menjadi fenomenal sejarah ini. Apapun itu, seberapa lama, dan sampai mana...? HMI akan terus melakukan perubahan demi perubahan untuk menjawab komitmen ke Islaman dan ke Indonesiaan kami yang juga menjadi cita-cita seluruh umat Islam yang tinggal di pijakan terindah Indonesia tercinta ini sebagai rahmat Allah SWT . Dan di penghujung tulisan ini dengan selalu berusaha rendah hati saya mengucapkan selamat hari jadi yang ke-62 tahun untuk HMI dan semoga dalam perjuangannya HMI tidak hanya menjadi sebuah Himpunan Mahasiswa Islam tetapi juga mampu menjadi HMI (Harapan Masyarakat Indonesia) yang amanah sesuai Syariah Islam (baca : Aturan Islam). Amin Ya Robbal Alamin!!!

Yakin Usaha Sampai
Aku Bicara © 2008. Design by :Yanku Templates Sponsored by: Tutorial87 Commentcute