Minggu, 25 Januari 2009

Science of Qur'an (Ilmu Pengetahuan Dalam Al-Qur'an)



Sejarah Mencatat

“Matematika adalah bahasa Tuhan ketika Dia menulis alam semesta”. Galilea (1564-1642 M)

Bagi seorang yang awam mungkin apa yang disampaikan oleh Galilea di atas adalah sebuah kebodohan yang tak mendasar. Tapi hukum ini tidak berlaku bagi ilmuwan-ilmuwan yang selalu mengedepankan rasionalitas dan bersandar pada aspek-aspek fenomena realita dan teoritis. Sebagian besar ilmuwan ber¬pendapat bahwa Tuhan menciptakan alam semesta dengan kode-kode tertentu dan struktur bilangan tertentu. Alam sendiri sebenarnya telah mengajarkan kepada manusia tentang adanya periode-periode tertentu yang selalu berulang, terstruktur dan sistematis, misalnya, orbit Bulan, Bumi dan planet-planet, lintasan meteorit dan bintang-bintang, DNA, kromosom, sifat atom, lapisan bumi dan atmosfer, dan elemen kimia dengan segala karakteristiknya.

Lantas pertanyaannya sekarang apa kaitannya statement ilmuwan-ilmuwan tersebut dan fenomena-fenomena alam tersebut dengan keberadaan Al-Qur’an?. Kitab yang merupakan Imam bagi kaum muslim yang telah diimani kurang lebih 1.780.000.000 jiwa dan 80% penduduk Indonesia ini ternyata mengajarkan pembacanya bahwa ”Tuhan menciptakan sesuatu dengan hitungan teliti” (al-Jinn 72: 28). Bahkan dalam salah satu ayatnya menyatakan jumlah manusia yang akan datang menghadap Tuhan Yang Maha Pemurah, selaku seorang hamba pada hari yang telah dijanjikan telah ditetapkan dengan hitungan yang teliti (Maryam 1 9 : 93-94).

Dalam pandangan Al-Qur'an, tidak ada peristiwa yang ter¬jadi secara kebetulan. Semua terjadi dengan "hitungan", baik dengan hukum-hukum alam yang telah dikenal manusia maupun yang belum. Bagi Muslim yang beriman, tidak ada bedanya apakah Al-Qur'an diciptakan dengan "hitungan" atau tidak, mereka tetap percaya bahwa kitab yang mulia ini berasal dari Tuhan Yang Esa. Pencipta alam semesta, yang mendidik dan memelihara manusia. Namun bagi sebagian il¬muwan, terutama yang Muslim, yang percaya bahwa adanya kodetifikasi alam semesta, baik kitab suci, manusia maupun objek di langit, adalah suatu "kepuasan tersendiri" jika dapat menemukan hubungan-hubungan tersebut. Al-Qur'an adalah salah satu mahakarya yang diturunkan dari langit, untuk pedoman umat manusia, berlaku hingga alam semesta runtuh. Ia menggambarkan masa lalu, sekarang dan masa depan de¬ngan cara yang menakjubkan. Prof. Palmer seorang ahli kela¬utan di Amerika Serikat mengatakan "Ilmuwan sebenarnya hanya menegaskan apa yang telah tertulis didalam al-Qur'an beberapa tahun yang lalu". (Arifin Muftie : Matematika Alam Semesta)
Seolah ingin menegaskan dengan apa yang dikatakan oleh Profesor asal negeri Paman Sam di atas Allah SWT selaku pencipta alam semestapun telah berfirman dalam Al-Qur’an pada surat az-Zumar 39:9 : "Katakanlah: ‘Adakah sama orang-orang yang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?’ Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran". Kebenaran ayat ini sebenarnya pernah dirasakan dunia pada kisaran abad ke-8 hingga abad ke-13 M. Banyak ilmuwan-ilmuwan muslim yang lahir pada zaman itu dan menghasilkan penemuan-penemuan fenomenal misalnya Abu Ali al Husain ibn Abdallah ibn Sina (panggil : Ibnu Sina) selaku bapak kedokteran dunia yang kini sengaja disebut oleh orang-orang barat dengan nama Avicenna. beliau adalah orang pertama yang memperkenalkan pengobatan secara sistematis dan beliau pulalah yang pertama yang mencatat dan menggambarkan anatomi tubuh manusia secara lengkap untuk pertama kalinya kedalam sebuah buku yang diberi nama Al Qanun fi al Tibb yang kemudian disebut The Canon. Dan dari sana ia berkesimpulan bahwa, setiap bagian tubuh manusia, dari ujung rambut hingga ujung kaki hingga kuku saling berhubungan. Lebih khusus lagi, ia mengenalkan dunia
kedokteran pada ilmu yang sekarang diberi nama pathology dan farma, yang
menjadi bagian penting dari ilmu kedokteran (baca : http://www.thekumaiprojek.blogspot.com). Selain itu ada lagi nama-nama besar seperti al-Farabi, al-jabar dan Ibn Rusyd yang juga merupakan ahli ilmu kealaman, matematika, sosial, kedokteran dan juga cendikiawan agama.

“Pinter dan terkenal sekaligus beramal”. Ya itulahlah kalimat yang tepat bagi ilmuwan muslim dulunya. Maklum hal ini bisa terjadi karena dulu memang disebabkan faktor kedekatan kaum muslim dengan Imamnya, pedomannya sekaligus mata air segala ilmu yaitu al-Qur’anul karim. Dulu ketika berbicara ilmu maka maksudnya adalah semua ilmu baik itu agama, kedokteran, sosial, hukum, ekonomi maupun yang lain dan hal ini tentunya berbeda dengan kondisi zaman sekarang yang mengalami pemisahan-pemisahan (baca: sengaja dipisahkan). Pada zaman sekarang ketika berbicara science atau ilmu maka yang dimaksud adalah segala ilmu kecuali ilmu agama, karena sekarang yang dimaksud dengan agama hanyalah bentuk ibadah yang dilakukan di masjid, mushalla dan langgar saja. Jika kita tilik history perilaku ini tentunya tak terlepas dari peran abad ke-19 dimana dunia eropa bergairah mengembangkan ilmu pengetahuan seraya mencampakkan agama dan celakanya kaum muslim pada saat itu terpuruk dalam berbagai keterbelakangan dan kejumudan hingga 2 abad berlangsung hal ini tetap berjalan seirama sampai detik ini.

Kita Hari Ini

Semenjak bergulirnya Revolusi Industri di Inggris pada abad ke-19 seiring itu berjalannya dunia Islam mengalami kemerosotan yang begitu tajam. Produk-produk ilmu pada saat itu hanya bersifat "daur ulang" dan itupun sebagian besar dalam bidang keagamaan. Praktek kehidupan kaum Muslim pada saat itu telah dicemari oleh bid'ah, khurafat dan takhayul yang mana kondisi ini tak jauh beda dengan kondisi umat saat ini.

Dikehidupan Islam yang baru saat ini, Al-Qur’an yang merupakan simbol kejayaan umat Islam karena memang banyaknya harta karun (Science) yang tersimpan didalamnya kini hanya dijadikan sekedar pajangan dinding disetiap rumah kaum muslim, atau hanya sebatas dijadikan ajang perlombaan rutin setiap tahunnya dan kita menyebutnya “Tilawatil Qur’an” (MTQ) yang begitu syarat korupsi disetiap pentasnya, bahkan yang lebih fenomenal, kini ayat-ayat yang begitu diagungkan oleh sang Pengarangnya (Allah Jalla Jalaloh) ini banyak dijadikan sebagai Jimat ataupun susuk yang katanya apabila diletakkan pada bagian tubuh tertentu akan mampu melindungi si pemilik jimat seolah-olah Tuhan bukanlah Maha Penolong bagi setiap hambanya. Tentunya hal ini begitu memperihatinkan bagi kondisi umat yang begitu dimuliakan oleh Tuhan Sang Pencipta alam semesta maupun oleh makhluk lainnya karena kesholihan sang penggembalanya ialah Muhammad SAW.

Belum habis rasanya keterpurukan umat Islam. Kinipun berbagai macam virus penyakit bersarang pada setiap pola pikir, tingkah laku dan juga pola kehidupan sehari-hari kaum muslim. Begitu kentalnya penyakit SEPILIS (Sekularisme, Pluralisme, Liberalisme) sehingga memisahkan umat ini dari tatanan kehidupan Islami yang bersumber pada Al-Qur’an. Dari segi ekonomi misalnya kini diseluruh penjuru dunia termasuk umat yang mulia ini berlomba-lomba mencari harta dalam ranah ribawi yang jelas-jelas diharamkan dalam agama Islam. Tak lagi bersifat personal kinipun banyak Institusi ribawi yang dilegalitaskan oleh pemerintah seperti Bank Sekuler, Koperasi Uang dan lain sebagainya. Tak hanya itu perekonomian dunia saat inipun tak lagi ditumpukan pada sektor real yang dulu menjadi kejayaan ekonomi dunia Islam namun kini lebih dititik beratkan pada sektor non-real seperti permainan bursa saham yang hanya dilakoni oleh para kapital-kapital pemilik modal dan anehnya permainan ini sangat berimbas terhadap hajat orang banyak, yang berarti nasib ekonomi suatu negara dapat berakibat baik dan buruk tergantung hasil akhir dari permainan bursa saham ini. Tentunya hal ini bisa terjadi karena memang hampir mayoritas negara didunia saat ini mengadopsi sistem ekonomi kapitalis yang jelas-jelas terbukti gagal dinegeri nenek moyangnya yaitu USA.
Tak jauh beda dengan sektor ekonomi, kini sektor hukumpun disekulerisasi. Di Indonesia misalnya hampir 50.000 orang menjadi korban perdagangan manusia (Trafficking) tiap tahunnya, 2,3 Juta kasus aborsi dan banyak kasus pembunuhan lainnya terkuak tiap tahunnya dan yang paling heboh lagi 15 juta Abege (anak baru gede) Indonesia melahirkan tiap tahunnya diluar nikah (baca : http://www.detiknews.com). Begitu banyaknya kasus kejahatan saat ini seolah membuktikan bahwa tatanan sosial dan hukum dinegeri tercinta kita saat ini jauh dari keidealan yang diinginkan. Padahal dulu saat umat ini begitu dekat dengan kitabnya selama 13 abad lamanya sejarah mencatat dunia hidup dalam kedamaian dan kemakmuran antar sesama umat manusia.
Sejarawan Italia, Brands Johny Burkz pernah mengatakan, “Kesejahteraan dan kepemimpinan menjauh dari umat Islam dikarenakan mereka tidak mau mengikuti petunjuk Al Qur’an dan mengamalkan hukum dan undang-undang-nya. Padahal sebelumnya sejarah telah mencatat bahwa generasi awal Islam meraih kejayaan, kemenangan, dan kebesaran. Musuh-musuh Islam tahu rahasia ini, sehingga mereka menyerang dari sisi ini. Ya, kondisi kehidupan umat Islam sekarang ini suram, karena tidak pedulinya umat ini terhadap Kitabnya, bukan karena ada kekurangan dalam Al Qur’an atau Islam secara umum. Yang obyektif adalah tidak benar menganggat sisi negatif dengan menghakimi ajaran Islam yang suci.” Apa yang disampaikan oleh sejarawan Italia tadi sebenarnya hanyalah merupakan analisis realita yang terjadi dalam kehidupan umat Islam saat ini yang telah mencampakkan setiap bait dan ayat Al-Qur’an secara spiritual dalam pengamalan kehidupannya.

Rujuk Ilal Qur’an (kembali kepada Al-Qur’an)

Banyaknya bukti kebenaran dalam Al-Qur’an harusnya menjadikan umat ini untuk segera kembali dan rujuk kepada kitab mulia ini. Dan banyaknya ilmu pengetahuan yang terkandung dalam Al-Qur’an harusnya menjadi motivator bagi umat ini untuk menggalinya demi kemaslahatan kehidupan dunia seperti yeng telah dilakukan umat muslim pada masa lampau. Contoh yang paling sederhana adalah ayat 68-69 Surat Lebah atau an-Nahl, yang menceritakan aktivitas lebah "mendirikan sarang dan mencari makan".

Ayat tersebut menggunakan bentuk kata kerja femina, ka¬rena memang yang mencari makan dan membuat sarang adalah lebah betina. Lebah jantan diberi makan oleh lebah betina, bukan sebaliknya. Jangankan masyarakat di abad ke-7, ma¬syarakat di abad ke-21 pun tidak tahu bagaimana cara mem¬bedakan lebah jantan dan lebah betina Terlebih, memahami bahwa lebah betinalah yang mencari makan, bukan sebaliknya. Jika Surat an-Nahl merefleksikan lebah betina dengan bentuk kata kerja femina. Lebah jantan digambarkan oleh al-Qur'an pada nomor suratnya, yaitu bilangan 16. Bilangan 16 ini adalah banyaknya kromosom lebah jantan, sedangkan jumlah kro¬mosom lebah betina diketahui berjumlah 32. Teknik-teknik seperti inilah yang disebut ilmuwan dengan coding isyarat-isyarat di alam semesta, atau meminjam istilah Malik Ben Nabi "tanda-tanda" atau ayat bagaikan "anak panah yang berkilauan".

"Hanya orang-orang yang berakal sajalah yang dapat menerima pelajaran". (ar-Ra'd 73: 19)

Pada tahun 1965 Robert Wilson dan Arno Pnezias mengukur radiasi diangkasa raya yang dikuatkan oleh para peneliti NASA yang menggunakan alat yang bernama COBE Spacecart, merekapun menyimpulkan bahwa pada masa dahulu langit dan Bumi awalnya padu. Dan Al-Qur’an pada surat Al Anbiyaa ayat 30 telah menyatakan hal yang sama sejak 1400 tahun yang lalu. Kembali pada tahun 1992 NASA meluncurkan satelit COBE yang berhasil menangkap sisa-sisa radiasi ledakan Big Bang berbentuk bunga mawar merah yang kemudian dikenal sebagai teori pemisahan antara Bumi dan langit. Dan sekali lagi Al-Qur’an merekam fenomena alam ini sejak 1400 tahun yang lalu pada surat Ar Rahman ayat 37-38 : “Maka apabila langit telah terbelah dan menjadi merah mawar seperti (kilapan) minyak. Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan ? “.

"Hanya orang-orang yang berakal sajalah yang dapat menerima pelajaran". (ar-Ra'd 73: 19)

Tidak ada keraguan sebenarnya bagi umat ini untuk kembali menjalankan aktivitas roda kehidupannya dengan nafas Al-Qur’an. Karena sudah cukup bukti kitab ini memberikan kebenaran bagi kita agar senantiasa memeluk dan mengamalkan setiap bait nasehat Tuhan yang tertulis didalamnya. Tentunya bagi setiap muslim telah terpatri suatu prinsip bahwa “Hidup ini dari-Nya, untuk-Nya dan hanya kembali kepada-Nya”. Dan jika setiap insan muslim telah kembali pada tuntunannya ialah Al-Qur’anul karim, maka sebenarnya segala problematika kehidupan saat ini akan dapat teratasi dengan baik dan diganti dengan kehidupan yang lebih khusnul khatimah. Amin!!!

“Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan janganlah mereka seperti orang-orang sebelumnya telah diturunkan Al Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan diantara mereka adalah orang-orang yang fasik.” (QS.Al-Hadiid:16)

Yakin Usaha Sampai

Jumat, 23 Januari 2009

Bahaya Khuruj (Melawan) Terhadap Pemerintah

Gerakan khuruj (pemberontakan) dan inqilab (melancarkan kudeta) terhadap suatu pemerintahan (yang sah) bukanlah sarana untuk memperbaiki masyarakat. Bahkan justru memicu timbulnya kerusakan di tengah masyarakat. Khuruj terhadap pemerintah muslim, bagaimana pun tingkat kezhalimannya, merupakan bentuk penyimpangan dari manhaj Ahlus Sunnah (Wal Jama’ah). Ada dua macam bentuk khuruj, (1). Khuruj dengan memanggul senjata (2). Khuruj dengan perkataan dan lisan. Mereka yang selalu memunculkan perpecahan, pertikaian, dan pergolakan terhadap pemerintahan muslim, pada hakikatnya telah melakukan pemberontakan terhadap pemerintahan tersebut. padahal, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyuruh kita untuk bersabar, sebagaimana sabda beliau.

“Kecuali engkau melihat suatu kekufuran yang sangat jelas, yang dapat engkau buktikan di sisi Allah” [Muttafaq ‘alaih] Renungkanlah perkataan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Kecuali engkau melihat suatu kekufuran”. Penuturan beliau tidak terhenti sampai di situ saja, tetapi diiringi dengan keterangan “kekufuran yang sangat jelas”. Lantas beliau menambahkan keterangan lebih lanjut “ yang dapat engkau buktikan tentang itu di sisi Allah”. Di dalam hadits ini, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan lima buah penekanan untuk mencegah orang dari khuruj dan takfir (mengkafirkan pemerintah atau pun individu muslim) yang merupakan perbuatan sangat buruk dan berbahaya. Karena dapat mengakibatkan kerusakan dan kehancuran di tengah masyarakat. Bahkan Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata di dalam kitabnya, I’lamul Muwaqqi’in : “Tidak ada satu pemberontakan pun terhadap pemerintah muslim yang membawa kebaikan terhadap umat pada masa kapan pun”. Begitu juga hujatan terhadap pemerintah. Manakala sebagian orang menjadikan hujatan terhadap pemerintah sebagai materi ceramah dan “nasihat-nasihat” yang mereka sampaikan untuk memperoleh simpati manusia. Manusia pada dasarnya menyukai hujatan terhadap pemerintah, juga terhadap para penguasa dan pemimpin, serta kepada setiap orang yang mempunyai posisi lebih tinggi dari mereka. Seakan-akan hujatan dan celaan tersebut sebagai hiburan yang dapat menyenangkan hati mereka Sungguh suatu fenomena yang sangat menyedihkan ketika kita menyaksikan hujatan, makian, serta cercaan terhadap pemerintah, saat ini menjadi materi-materi ceramah dan “masukan” bagi sebagian da’i zaman sekarang, khususnya pada waktu terjadinya fitnah. Hingga materi yang mereka sampaikan akan membuat orang-orang berkomentar :”Masya Allah, Syaikh ini orang yang berani, atau Syaikh ini orang yang kuat”. Padahal fakta ini sesungguhnya tidak mendatangkan manfaat apa pun, melainkan hanya akan menghasut dan mengotori jiwa.

Sebagian orang justru mengira, tindakan tersebut merupakan bentuk upaya menasehati pemerintah. Padahal terdapat metode dan prosedur dalam menasehati pemerintah, seperti termaktub dalam sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. “Barangsiapa di antara kalian yang ingin menasehati penguasa, maka hendaklah dia pergi kepadanya, dan merahasiakan nasihatnya itu”.

Hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ini menjelaskan bahwa nasihat kepada para penguasa atau pemerintah, hendaklah disampaikan secara rahasia. Karena bila ditempuh secara terang-terangan akan menimbulkan gejolak hati, yang merusak hati Kalau di antara kita –para penuntut ilmu- ada yang terjatuh ke dalam suatu kesalahan, kemudian salah seorang menasihatinya di depan umum, ia langsung akan berkata : “Hendaklah kamu bertakwa kepada Allah. Janganlah kamu membuka aibku di depan umum. Kalau engkau ingin menasihatiku, maka lakukanlah dengan empat mata”. Kalau para penuntut ilmu, para da’i yang mengajak manusia kepada Kitabullah dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam –yang mengetahui keutamaan ilmu, keutamaan al-haq dan kembali kepadanya (setelah mengalami kekeliruan)- tidak menyukai metode seperti ini dalam memberikan suatu nasihat, maka bagaimana mungkin para penguasa yang memiliki kedudukan, kekuasaan, senjata, serta tentara yang banyak –bagaimana mungkin mereka- akan dapat menerima nasihat dengan cara yang tidak simpatik ini.

Justru yang lebih utama, tidak menasihati mereka di depan umum ; kalaupun hal ini tidak mendatangkan maslahat bagi pemerintah, paling tidak akan memberi maslahat bagi diri kita sendiri. Hal ini, tentunya apabila mereka (para penguasa) adalah orang-orang muslim. Batasan yang paling rendah untuk menghukumi mereka sebagai seorang muslim, ialah apabila mereka tunduk dan mengakui kebenaran agama Islam. Meskipun mereka melakukan suatu penyelewangan, mempunyai kesalahan yang banyak dan berbuat dosa-dosa besar. Dan ini semua tidak menjadikan mereka sebagai orang kafir, karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda. “Kecuali engkau melihat suatu kekufuran yang sangat jelas, yang dapat engkau buktikan di sisi Allah” [Muttafaqun ‘alaih]
Kemudian Syaikh Muqbil rahimahullah berkata : “Kami tidak memandang kudeta sebagai jalan untuk membenahi masyarakat. Bahkan gerakan tersebut, justru menimbulkan kerusakan dalam masyarakat”. Marilah kita simak sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam Shahih Muslim, dari hadits Arfajah Radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Barangsiapa yang datang kepada kalian, ketika kalian bersatu di bawah satu pimpinan, dia berkeinginan untuk memecah belah persatuan kalian, maka bunuhlah dia” [HR Muslim]. Dalam hadits ini, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menegaskan bahwa pemberontakan terhadap suatu pemerintah, yang dapat menimbulkan suatu perpecahan di kalangan masyarakat merupakan salah satu hal yang mewajibkan seseorang untuk dibunuh.

Akan tetapi, perlu diingat, bahwa yang dapat menjatuhkan sanksi ini adalah waliyyul-amr, pemerintah yang memegang kekuasaan Dalam sebuah hadits dari Ubadah bin Shamit Radhiyallahu ‘anhu, ia menceritakan. “Kami berbaiat kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk selalu patuh dan taat, baik terhadap apa yang kami suka maupun yang tidak kami suka, dan dalam keadaan sulit maupun lapang, dan untuk mendahulukan apa yang diperintahkan (di atas segala kehendak kami), dan untuk tidak merebut kekuasaan dari pemimpin yang sah. Kecuali engkau melihat suatu kekufuran yang sangat jelas, yang dapat engkau buktikan di sisi Allah” [Muttafaqun ‘alaih] Akan tetapi, ketaatan ini tidak boleh berlawanan dengan ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

“Sesungguhnya ketaatan itu hanya terhadap perkara yang ma’ruf (baik) saja” [Muttafaqun ‘alaih] Dan sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits yang lain : “Tidak boleh taat kepada makhluk di dalam maksiat kepada Al-Khaliq” [HR Thabrani di dalam Al-Mu’jamul Kabir].
Kalau mau merenung sejenak, niscaya kita akan memperoleh fakta bahwa dalam sejarah Islam, tidak ada satu pemberontakan pun yang berhasil. Lain halnya dengan orang-orang kafir, kebanyakan pemberontakan yang mereka gerakkan berakhir dengan keberhasilan. Di sini seakan-akan Allah Subhanahu wa Ta’ala sedang menghendaki, supaya kita mau melihat dan memperhatikan bahwa cara seperti ini, bukanlah metode syar’i. Allah Subhanahu wa Ta’ala hanya menginginkan kita supaya menempuh metode syar’i yang telah digariskan oleh-Nya, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam kitab-Nya.

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri” [Ar-Ra’d : 11]

“Jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu” [Muhammad : 7]

“Allah pasti akan menolong orang yang menolong (agama)Nya. Sesungguhnya Allah Mahakuat, Mahaperkasa” [Al-Hajj : 40]

Dari sini, kita dapat mengetahui bahwa metode syar’i adalah tidak keluar dari Kitabullah dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, Allah Azza wa Jalla berfirman. “Dan sungguh, inilah jalan-Ku yang lurus. Maka ikutilah! Jangan kamu ikuti jalan-jalan (yang lain) yang akan mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Demikianlah Dia memerintahkan kepadamu agar kamu bertakwa” [Al-An’am : 153]

“Dari Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata : ”Suatu hari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam membuat suatu garis, kemudian beliau berkata : “Ini adalah jalan Allah”, kemudian beliau membuat garis-garis yang banyak di bagian kanan dan bagian kirinya, lalu berliau berkata : “Ini adalah jalan-jalan (yang dimaksud oleh Allah), dan pada setiap jalan terdapat setan yang menyeru kepadanya”, kemudian beliau membaca ayat : “Dan sungguh, inilah jalan-Ku yang lurus. Maka ikutilah! Jangan kamu ikuti jalan-jalan (yang lain) yang akan mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Demikianlah Dia memerintahkan kepadamu agar kamu bertakwa”.


Dari sini jelaslah bagi kita, bahwa tidak ada jalan untuk memperbaiki kondisi masyarakat melainkan dengan mengikuti Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menjauhi segala macam bentuk bid’ah. Mari kita simak firman Allah Azza wa Jalla yang sangat agung berikut ini. “Dan adakalanya kami memperlihatkan kepadamu (Muhammad) sebagian dari (siksaan) yang Kami janjikan kepada mereka, atau Kami wafatkan engkau (sebelum itu)” [Yunus : 46]

Banyak diantara manusia yang berkata “kami belum melihat kejayaan Islam”. Ketahuilah ! Bahwa tidaklah mesti kita melihat segala apa yang telah dijanjikan Allah kepada kita, karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun tidak melihat segala apa yang di jajikan oleh Allah. Coba kita menyimak firman Allah Subhanahu wa Ta’ala yang merupakan janji-Nya kepada orang-orang beriman.

“Allah telah menjajikan kepada orang-orang di antara kamu yang beriman dan yang mengerjakan amal shalih, bahwa Dia sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama telah Dia ridhai bagi mereka. Dan Dia benar-benar akan mengubah (keadaan) mereka, setelah berada dalam, ketakutan menjadi aman sentosa. Asalkan mereka (tetap) semata-mata beribadah kepada-Ku dengan tidak mempersekutukan-Ku dengan suatu pun” [An-Nur : 55]

Sungguh ini merupakan janji Allah Subhanahu wa Ta’ala. Apabila kita dapat merealisasikan perintah Allah ini, niscaya Allah Subhanahu wa Ta’ala pun akan merealisasikan apa yang telah Dia janjikan kepada orang-orang yang beriman di antara kita. Wallahu ‘alam, wa shallallaahu ‘alaa nabiyyinaa Muhammad wa ‘alaa aalihii wa shahbihi wa sallam.


Senin, 21 April 2008 13:11:05 WIB

Oleh :
Syaikh Ali bin Hasan Al-Halabi Al-Atsari

Rabu, 21 Januari 2009

“Hindu pun Tolak Pluralisme Agama”

Penganut agama Hindu ternyata juga menolak paham ‘Pluralisme Agama’. Paham ini, katanya, sebagai ‘Universalisme Radikal’. Baca Catatan Akhir Pekan [CAP] Adian Husaini ke-160

Oleh: Adian Husaini


Beberapa hari lalu saya menerima kiriman sebuah buku menarik dari seorang teman di Bali berjudul ”Semua Agama Tidak Sama”, terbitan Media Hindu tahun 2006. Buku yang berisi kumpulan tulisan sejumlah tokoh dan cendekiawan Hindu ini secara tajam mengupas dan mengritisi paham Pluralisme Agama yang biasanya dengan sederhana diungkapkan dengan ungkapan ‘’semua agama adalah sama’’. Buku ini diberi pengantar oleh Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI), yang merupakan induk umat Hindu di Indonesia.

Memang, kaum Pluralis Agama dari berbagai penganut agama sering mengutip ucapan sebagian tokoh agama Hindu untuk mendukung pendapat mereka. Sukidi, misalnya, seorang propagandis Pluralisme Agama yang sedang kuliah di Harvard, menulis dalam satu artikel di media massa, bahwa “Mahatma Gandhi pun seirama dengan mendeklarasikan bahwa semua agama – entah Hinduisme, Buddhisme, Yahudi, Kristen, Islam, Zoroaster, maupun lainnya- adalah benar. Dan, konsekuensinya, kebenaran ada dan ditemukan pada semua agama. Agama-agama itu diibaratkan, dalam nalar pluralisme Gandhi, seperti pohon yang memiliki banyak cabang (many), tapi berasal dari satu akar (the One).

Akar yang satu itulah yang menjadi asal dan orientasi agama-agama.’’ (Jawa Pos, 11 Januari 2004). Dalam paparannya tentang Hinduism dari bukunya, The World’s Religions (New York: Harper CollinsPubliser, 1991), Prof. Huston Smith juga menulis satu sub-bab berjudul “Many Paths to the Same Summit” (Banyak jalan menuju puncak yang sama). Huston Smith menulis, bahwa Sejak dulu, kitab-kitab Veda menyatakan pandangan Hindu klasik, bahwa agama-agama yang berbeda hanyalah merupakan bahasa yang berbeda-beda yang digunakan Tuhan untuk berbicara kepada hati manusia. Kebenaran memang satu; orang-orang bijak menyebutnya dengan nama ang berbeda-beda).

Untuk memperkuat penjelasannya tentang sikap ‘Pluralistik’ agama Hindu, Huston Smith juga mengutip ungkapan ‘orang suci Hindu’ abad ke-19, yaitu Ramakrishna, yang mencari Tuhan melalui berbagai agama: Kristen, Islam, dan Hindu. Hasilnya, menurut Ramakrishna, adalah sama saja. Maka ia menyatakan: “Tuhan telah membuat agama-agama yang berbeda-beda untuk memenuhi berbagai aspirasi, waktu, dan negara. Semua doktrin hanyalah merupakan banyak jalan; tetapi satu jalan tidak berarti Tuhan itu sendiri. Sesungguhnya, seseorang dapat mencapai Tuhan jika ia mengikuti jalan mana saja dengan sepenuh hati).

Penjelasan-penjelasan tentang agama Hindu yang dilakukan oleh berbagai kalangan Pluralis Agama, tampaknya membuat kaum Hindu merasa ‘gerah’ dan tidak tenang. Maka, mereka pun melakukan perlawanan, dengan membantah pendapat-pendapat kaum Pluralis Agama.

Salah satu buku yang secara keras membantah paham Pluralisme Agama, adalah buku Semua Agama Tidak Sama, terbitan Media Hindu tahun 2006. Dalam buku ini paham Pluralisme Agama disebut sebagai paham ‘Universalisme Radikal’ yang intinya menyatakan, bahwa “semua agama adalah sama”. Buku ini diberi kata pengantar oleh Parisada Hindu Dharma, induk umat Hindu di Indonesia.

Editor buku ini, Ngakan Made Madrasuta menulis kata pengantarnya dengan judul “Mengapa Takut Perbedaan?” Ngakan mengkritik pandangan yang menyamakan semua agama, termasuk yang dipromosikan oleh sebagian orang Hindu Pluralis yang suka mengutip Bagawad Gita IV:11:

“Jalan mana pun yang ditempuh manusia ke arah-Ku, semuanya Aku terima.”

Padahal, jelas Ngakan: “Yang disebut “Jalan” dalam Gita adalah empat yoga yaitu Karma Yoga, Jnana Yoga, Bhakti Yoga, dan Raja Yoga. Semua yoga ini ada dalam agama Hindu, dan tidak ada dalam agama lain. Agama Hindu menyediakan banyak jalan, bukan hanya satu – bagi pemeluknya, sesuai dengan kemampuan dan kecenderungannya.”

Bagian pertama buku ini memuat tulisan Giridhar Mamidi yang diberi judul “Semua Agama Sederajat? Semuanya Mengajarkan Hal Yang Sama?”. Di sini, penulis berusaha membuktikan bahwa semua agama tidaklah sama. Hanyalah orang-orang Hindu yang suka menyatakan, bahwa semua agama adalah mengajarkan hal-hal yang sama.

Bahkan, Bharat Ratna Bhagavandas menulis satu buku berjudul “The Essential Unity of Religions” (Kesatuan Esensial dari Semua Agama). Mahatma Gandhi pun mendukung gagasan ini.

Dr. Frank Gaetano Morales, seorang cendekiawan Hindu, mengecam keras orang-orang Hindu yang menyama-nyamakan agamanya dengan agama lain. Biasanya kaum Hindu Pluralis menggunakan “metafora gunung” (mountain metaphor), yang menyatakan: “Kebenaran (atau Tuhan atau Brahman) berada di puncak dari sebuah gunung yang sangat tinggi. Ada berbagai jalan untuk mencapai puncak gunung, dan dengan itu mencapai tujuan tertinggi. Beberapa jalan lebih pendek, yang lain lebih panjang. Jalan itu sendiri bagaimana pun tidak penting. Satu-satunya yang sungguh penting, adalah para pencari semua mencapai puncak gunung itu.”

Morales menjelaskan, bahwa tidak setiap agama membagi tujuan yang sama, konsepsi yang sama mengenai ‘Yang Absolut’, atau alat yang sama untuk mencapai tujuan mereka masing-masing. Tapi, ada banyak ‘gunung’ filosofis yang berbeda-beda, masing-masing dengan klaim mereka yang sangat unik untuk menjadi tujuan tertinggi upaya spiritual seluruh manusia.

Universalisme Radikal – yang menyatakan bahwa semua agama adalah sama – adalah doktrin yang sama sekali tidak dikenal dalam agama Hindu tradisional.

Menurut Morales, gagasan persamaan agama dalam Hindu menjadi populer saat disebarkan oleh sejumlah tokoh Hindu sendiri. Ia menyebut nama Ram Mohan Roy (1772-1833) yang dikenal dengan ajaran-ajarannya yang sinkretik. Roy yang juga pendiri Brahmo Samaj, dipengaruhi ajaran-ajaran Gereja Unitarian, sebuah sekte atau denominasi agama Kristen heterodoks.

Sebagai tambahan mempelajari agama Kristen, Islam, dan Sansekerta, dia belajar bahasa Ibrani dan Yunani dengan impian untuk menerjemahkan Bibel dalam bahasa Bengali. Ia mengaku sebagai ‘pembaru Hindu’ dan memandang agama Hindu melalui kaca mata kolonial Kristen yang telah dibengkokkan. Lebih jauh Morales menulis:

“Kaum misionaris Kristen memberi tahu Roy bahwa agama Hindu tradisional adalah satu agama barbar yang telah menimbulkan penindasan, ketahyulan, dan kebodohan kepada rakyat India. Dia mempercayai mereka… Dalam semangat misionaris untuk mengkristenkan agama Hindu, kaum ‘pembaru’ Hindu ini bahkan menulis satu traktat anti-Hindu dikenal sebagai The Precepts of Jesus: The Guide to Peace and Happiness (Ajaran-ajaran Yesus: Penuntun kepada Kedamaian dan Kebahagiaan). Dari kaum misionaris Kristen ini secara langsung Roy mendapat bagian terbesar dari ide-idenya, termasuk ide anti-Hindu mengenai kesamaan radikal dari semua agama.”

Pengganti Roy berikutnya adalah Debendranath Tagore dan Kashub Chandra Sen, yang mencoba menggabungkan lebih banyak lagi ide-ide Kristen ke dalam neo-Hinduisme. Sen bahkan lebih jauh lagi meramu kitab suci Brahmo Samaj yang berisi ayat-ayat dari berbagai tradisi agama yang berbeda, termasuk Yahudi, Kristen, Islam, Hindu dan Budhis. “Dengan kejatuhan Sen ke dalam kemurtadan anti-Hindu dan megalomania, gerakan ini menurun secara drastis dalam pengaruh pengikutnya,” tulis Morales. Pada abad ke-19, muncul dua tokoh Universalis Radikal dari Hindu, yaitu Ramakrisna (1836-1886) dan Vivekananda (1863-1902).

Disamping dipengaruhi oleh akar-akar tradisi Hindu, Ramakrishna juga meramu ide dan praktik ritualnya dari agama-agama non-Vedic, seperti Islam dan Kristen Liberal. Sekalipun tetap melihat dirinya sebagai seorang Hindu, Ramakrishna juga sembahyang di masjid-masjid dan gereja-gereja dan percaya bahwa semua agama ditujukan pada tujuan tertinggi yang sama.

Gagasan Ramakrishna dilanjutkan oleh muridnya yang sangat terkenal, yaitu Swami Vivekananda. Tokoh ini dikenal besar sekali jasanya dalam mengkampanyekan agama Hindu di dunia internasional. Tetapi, untuk menyesuaikan dengan unsur-unsur modernitas, Vivekananda juga melakukan usaha yang melemahkan agama Hindu otentik dari leluhur mereka dan mengadopsi ide-ide asing seperti Universalisme Radikal, dengan harapan memperoleh persetujuan dari tuan-tuan Eropa yang memerintah mereka ketika itu.

Vivekananda mengadopsi gagasan semacam Universalisme Radikal yang bersifat hirarkis yang mendukung kesederajatan semua agama, sementara pada saat yang bersamaan mengklaim bahwa semua agama sesungguhnya sedang berkembang dari gagasan religiositas yang lebih rendah menuju satu mode puncak tertinggi, yang bagi Vivekananda ditempati oleh Hindu. Morales mencatat : ‘’Sekalipun Vivekananda memberi kontribusi besar untuk membantu orang Eropa dan Amerika nin-Hindu untuk memahami kebesaran agama Hindu, Universalisme Radikal dan ketidakakuratan neo-Hindu yang ia kembangkan juga telah mengakibatkan kerusakan besar.’’

Pada akhirnya Morales menyimpulkan, bahwa gagasan Universalisme Radikal yang dikembangkan oleh sementara kalangan Hindu adalah sangat merugikan agama Hindu itu sendiri. Ia menulis : “Ketika kita membuat klaim yang secara sentimental menenangkan, namun tanpa pemikiran bahwa “semua agama adalah sama”, kita sedang tanpa sadar mengkhianati kemuliaan dan integritas dari warisan kuno ini, dan membantu memperlemah matrix filosofis/kultural agama Hindu sampai pada intinya yang paling dalam. Setiap kali orang Hindu mendukung Universalisme Radikal, dan secara bombastik memproklamasikan bahwa “semua agama adalah sama”, dia melakukan itu atas kerugian besar dari agama Hindu yang dia katakan dia cintai.”

Dengan terbitnya buku ‘’Semua Agama Tidak Sama’’ dari kalangan Hindu ini, maka kita melihat, sudah empat agama yang secara tegas menolak paham Pluralisme Agama, yaitu Katolik, Protestan, Hindu, dan Islam.

Tahun 2000, Paus Yohanes Paulus II sudah menolak paham Pluralisme Agama dengan mengeluarkan Dekrit ‘Dominus Jesus’. Dari kalangan Protestan di Indonesia juga muncul penolakan keras terhadap paham ini, dengan keluarnya buku Dr. Stevri Indra Lumintang berjudul ‘’Theologia Abu-Abu: Tantangan dan Ancaman Racun Pluralisme dalam Teologi Kristen Masa Kini, (Malang: Gandum Mas, 2004).

Dari umat Islam, Majelis Ulama Indonesia, melalui fatwanya tanggal 29 Juli 2005 juga telah menyatakan bahwa paham Pluralisme Agama bertentangan dengan Islam dan haram umat Islam memeluk paham ini. MUI mendefinisikan Pluralisme Agama sebagai suatu paham yang mengajarkan bahwa semua agama adalah sama dan karenanya kebenaran setiap agama adalah relatif; oleh sebab itu, setiap pemeluk agama tidak boleh mengklaim bahwa hanya agamanya saja yang benar sedangkan agama yang lain salah. Pluralisme juga mengajarkan bahwa semua pemeluk agama akan masuk dan hidup berdampingan di surga. Dr. Anis Malik Thoha, pakar Pluralisme Agama, yang juga Rois Syuriah NU Cabang Istimewa Malaysia, mendukung fatwa MUI tersebut dan menyimpulkan bahwa Pluralisme Agama memang sebuah agama baru yang sangat destruktif terhadap Islam dan agama-agama lain.

Dengan keluarnya buku ‘’Semua Agama Tidak Sama’’ dari kalangan Hindu, maka sudah semakin jelas, bahwa paham Pluralisme Agama memang merupakan racun, virus, atau parasit bagi agama-agama yang ada. Sebab, paham ini memang tidak mengakui kebebaran mutlak satu agama.

Kaum Pluralis ingin menciptakan satu teologi global atau universal (global theologi), menggantikan keyakinan khas dari masing-masing pemeluk agama. Jadi, Pluralisme Agama adalah musuh bersama agama-agama. Maka, aneh, jika ada orang yang mengaku sebagai pemeluk agama tertentu, tetapi pada saat yang sama dia mengaku pluralis agama. Jika ada yang mengaku seperti itu, maka ada dua kemungkinan, pertama : tidak tahu atau tertipu, dan yang kedua : sengaja ingin merusak agama. Wallahu a’lam. (Jakarta, 1 September 2006/www.hidayatullah.com).

Pluralisme Menurut Piagam Madinah serta UUD 1945

JAKARTA, KOMPAS - Piagam Madinah sebagai konstitusi pertama di dunia yang dibuat oleh Nabi Muhammad SAW pada tahun 7 Masehi dinilai bisa melengkapi Undang-Undang Dasar 1945 menyangkut pluralisme di Indonesia.

Piagam Madinah berisi 47 pasal, di antaranya mengatur tentang hubungan sosial antarpenduduk yang berbeda agama dan ras di Madinah pada zaman Nabi Muhammad SAW. Aktivitas peribadatan yang beraneka ragam dilindungi oleh negara dan dihormati sehingga rakyat merasa aman.

Hal itu diungkapkan oleh anggota Majelis Pakar Dewan Pimpinan Pusat Partai Persatuan Pembangunan (DPP PPP) Dedi Ismatullah dalam diskusi bulanan Majelis Pakar, Senin (7/1) di Kantor DPP PPP Jakarta Pusat. Hadir dalam diskusi itu guru besar IAIN Sunan Gunung Jati Acep Jazuli dan Wakil Ketua DPP PPP Chozin Chumaidy.

"Ada beberapa kesamaan antara Piagam Madinah dan UUD 1945. Keduanya memuat tentang asas-asas pluralisme, kebebasan beragama, dan penghargaan terhadap semua suku bangsa dan golongan," kata Dedi.

Namun, bukan berarti piagam ini bisa menggantikan UUD 1945 dan Pancasila sebagai dasar negara. Fungsinya adalah sebagai referensi hukum yang mungkin bisa melengkapi UUD 1945 dan Pancasila. "Hubungan keduanya adalah simbiotik, saling melengkapi," kata Acep Jazuli.

Keterbukaan

Dedi juga menekankan pentingnya keterbukaan dalam Islam karena Islam adalah agama yang universal. Dalam berhubungan antarmanusia, Islam menghindari eksklusivitas dan merangkul semua agama dan suku. "Eksklusivitas justru menghancurkan Islam," ujarnya.

Sementara itu, Chozin Chumaidy berharap UUD 1945 sekarang ini dijalankan dengan demokratis. "Terutama mengenai pertumbuhan ekonomi yang saat ini sudah mulai mengarah pada kapitalisme. Sekarang masalahnya adalah bagaimana ekonomi memihak rakyat kecil," ungkapnya.

Chozin juga mengatakan, dengan kebebasan beragama dan dasar-dasar agama yang kuat, arus globalisasi tidak berujung pada hilangnya budaya. "Budaya dan agama tetap dihargai sebagai suatu bangsa yang beragam," katanya.

Selasa, 20 Januari 2009

Hukum Berjabat Tangan / Bersentuhan dengan lain jenis yang bukan Mahrom

Posted by masjidalamin on October 31, 2007

Berjabat tangan / bersentuhan secara sengaja antara laki² dan perempuan dengan selain mahromnya dewasa ini sudah menjadi suatu hal yang biasa dan umum dalam masyarakat kita sekarang. Bahkan orang yang tidak berjabat tangan dengan selain mahrom terkadang dianggap aneh dan kuno dan terkadang dianggap lebih extreme lagi dengan sok suci atau aliran sesat.
Bagaimana kita memandang permasalahan ini ..?? Apakah bersentuhan dengan sengaja / berjabat tangan dengan selain mahrom ini dibolehkan dalam Islam ..?? Adakah larangan dari ALLAH melalui lisan Rasulullah ..(hadits² shahih)..??

Mari kita tengok …

Setelah ditela’ah … ternyata ada dalil dari Hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassallam dalam masalah ini.

Rasullah shallallahu ‘alaihi wassallam sangat mengancam keras pelakunya
Dari Ma’qil bin Yasar radhyallahu ‘anhu :
Bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassallam:

“Seandainya kepala seseorang di tusuk dengan jarum dari besi itu lebih baik dari pada menyentuh wanita yang tidak halal baginya.”
(Hadits hasan riwayat Thobroni dalam Al-Mu’jam Kabir 20/174/386 dan Rauyani dalam Musnad: 1283 lihat Ash Shohihah 1/447/226)

Berkata Syaikh Al Albani rahimahullah: “Dalam hadits ini terdapat ancaman keras terhadap orang-orang yang menyentuh wanita yang tidak halal baginya, termasuk malsaha berjabat tangan, karena jabat tangan itu termasuk menyentuh.” [Ash Shohihah 1/448]

Dan Rasulullahi Shallallahu ‘alaihi wassalam tidak pernah berjabat tangan dengan wanita, meskipun dalam keadaan-keadaan penting seperti membai’at dan lain-lain.

Dari Umaimah bintih Ruqoiqoh radhiyallahu ‘anha: Bersabda Rasulullahi Shallallahu ‘alaihi wassallam: “Sesungguhnya saya tidak berjabat tangan dengan wanita.” [HR Malik 2/982, Nasa'i 7/149, Tirmidzi 1597, Ibnu Majah 2874, ahmad 6/357, dll]

Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha: “Demi Allah, tangan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassallam tidak pernah menyentuh tangan wanita sama sekali meskipun dalam keadaan membai’at. Beliau tidak memba’iat mereka kecuali dengan mangatakan: “Saya ba’iat kalian.” [HR Bukhori: 4891]

Keharaman berjabat tangan dengan wanita yang bukan mahromnya ini berlaku umum, baik wanita masih muda ataupun sudah tua, cantik ataukah jelek, juga baik jabat tangan tersebut langsung bersentuhan kulit ataukah dilapisi dengan kain.

Seorang Ulama dan Mufti Besar Saudi Arabia dan terkenal dengan sebutan salah satu penjaga kota suci Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah pernah ditanya tentang hal tersebut, maka beliau menjawab: “Tidak boleh berjabat tangan dengan wanita yang bukan mahromnya secara mutlak, baik wanita tersebut masih muda ataukah sudah tua renta, baik lelaki yang berjabat tangan tesebut masih muda ataukah sudah tua, karena berjabat tangan ini bisa menimbulkan fitnah. Juga tidak dibedakan apakah jabat tangan ini ada pembatasnya atau tidak, hal ini dikarenakan keumuman dalil (larangan jabat tangan), juga untuk mencegah timbulnya fitnah”. [Fatawa Islamiyah 3/76 disusun Muahmmad bin Abdul Aziz Al Musnid]

Sementara, hukum bersentuhan antara laki-laki dan wanita dalam keadaan darurat dan terpaksa diperbolehkan (misalnya dalam pengobatan jika tidak ada sesama jenis kelamin yang bisa mengerjakannya)

Nah setelah tahu hukumnya .. bagaimana cara kita berinteraksi dengan mereka ???
Agar interaksi dengan lain jenis yang bukan mahram berjalan secara baik bisa dilakukan dengan komunikasi yang ramah, sapaan yang santun, menjaga adab² islami dan sebagainya. Jadi, tidak selalu dengan berjabat tangan.

Di awal-awal hal ini memang terasa berat. Namun, ketika kita komitmen dengan ajaran Islam, menjelaskannya secara baik, seraya meminta pertolongan Allah, hubungan silaturahim insya Allah akan tetap terjaga. Semoga kita termsuk hamba² ALLAH yang diberikan hidayah taufik .. aminn ..

Wallahu a’lam bi al-shawab

Ada Sinar Islam di Guangzhou, China



GUANGZHOU - Islam kembali datang dan menguat di Guangzhou, salah satu kota pusat perdagangan di Cina, sekaligus tempat pertama kali Islam tiba di daratan tersebt seribu tahun lalu oleh para pedagang.

“Pemahaman saya tentang Islam telah meluas dan mendalam kini,” ungkap Jin Lei, seorang muslim dari propinsi Shandong, yang baru pindah ke Guangzhou, seperti yang dikutip oleh China Daily, 23 Desember lalu.

“Ketika saya bertemu dengan muslim dari negara-negara berbeda, saya menjadi tahu jika Islam bukan terbatas pada ritual dan masjid, melainkan cara hidup,” tambah Jin Lei.

Guangzhou kini menjadi rumah bagi empat masjid termasuk Majid Huaisheng yang terkenal. Masjid Huaisheng didirikan oleh salah satu paman sekaligus sahabat dekat Rasul Muhammad, Sa’ad bin Abi Waqqas.

Kota juga memiliki sebuah makam yang diyakini makam Sa’ad bin Abi Waqqas. Kini kota itu kembali menjadi pusat tujuan pedagang muslim. Seperti pedagang yang mengenalkan Islam pertama kali ke Cina, mereka kini dihargai karena membangkitkan kembali Guangzhou.

“Situasi sosial komunitas muslim saat ini di Guangzhou, mirip dengan jaman Dinasti Tang,” ujar Ma Qiang, asisten profesor studi etnologi dan keagamaan di Universitas Normal Shaanxi.

“Kedua komunitas berbeda tak jauh dengan kondisi saat China pertama kali membuka diri dan memiliki perekonomian makmur,” imbuh Ma, seorang cendekia muslim yang menulis komunitas muslim Guangzhou sebagai tema desertasi doktoralnya.

Kota itu sejak lama terkenal sebagai salah satu pusat perdagangan internasional yang menarik pedagang muslim dari Timur Tengah, Asia Selatan, dan Asia Tenggara selama bertahun-tahun.

“Saya pertama kali datang ke Cina pada 1999. Saya jatuh cinta dengan kota ini dan sejak itu hampir sebagain besar waktu tinggal di sini,” aku Mohamed Ali Algerwi, pengusaha Yaman berusia 39 tahun.

“Ia telah mendirikan perusahaan swasta pribadi di Guangzhou dan kini mengekspor aksesoris mobil, keramik, ban, aksesoris kendaraan, dan kosmetik ke negara-negara Arab.

Sementara Abdul Bagi Al-Atwani, 38 tahun juga pengusaha Yaman, mengaku datang pertama kali ke Cina 15 tahun lalu sebagai pelajar. Ia pindah ke Guangzhou pada 1999 dan kemudian memulai bisnsi perdagangan antara Cina dan negara-negara Arab.

“Saya suka Guangzhou. Ini tempat yang baik untuk berbisnis dan tinggal,” tutur Al Atwani seraya mengaku memiliki restoran dalam bahasa Cina yang fasih.

Banyak toko di pusat perbelanjaan Guangzhou, meyajikan barang-barang untuk melayani pedagan muslim luar, menyediakan mereka barang-barang Islami, kebutuhan sehari-hari seperti pakaian Arab dan Afrika, bahkan Al Qur’an elektronik.

Tanpa pendatang muslim luar, banyak dari kita menjadi penganggguran,” ungkap Fang Qinghaou, pemilik toko di Pusat Komersial Internasional Honghui. “Ketika waktu sholat tiba, mereka kadang sholat di toko saya. Saya bantu menyediakan lembaran papan, atau kertas untuk mereka bersujud,” kata Fang

“Saya paham jika mereka memiliki keyakinannya sendiri, namun kita tidak membicarakannya. Kami hanya berbicara bisnis,” ujar Fang lagi.

Islam di Guangzhou sendiri sempat menurun pada abad ke-20, dan sensus nasional tahun 2000 lalu mencatat, muslim di wilayah kota itu hanya 9.838, orang. Lalu setelah itu tidak ada laporan lagi.

Kini menurut Asosiasi Islami Guangzhou, jumlah muslim tinggal di kota itu meningkat sekitar 50 ribu hingga 60 ribu orang. Wang Wenji, wakil presiden organisasi tersebut mengatakan lebih dari 10 ribu jamaah melakukan sholat Jumat di empat masjid kota.

Kapasitas masjid yang tak mampu menampung keseluruhan jamaah, seringkali membuat warga muslim sholat di trotoar depan sekitar masjid. “Pertama kali penduduk lokal bingung melihat para jamaah. Namun kini mereka telah terbiasa dengan pemandangan itu,” ujar Bai Lin, imam Masid Xiaodongying.

“Penduduk di Guangzhou sangat berpikiran terbuka,” kata Bai lagi.
Sehingga tidak heran bila di kota itu banyak pula ditemukan restoran halal, terutama di area konsentrasi muslim, yang menawarkan masakan Arab, Cina, Afrika, dan Thailand./it

AQIDAH YANG MEMUASKAN AKAL DAN SESUAI DENGAN FITRAH MANUSIA

Akal adalah perangkat terpenting yang dimiliki oleh manusia. Dengan akal manusia mampu berfikir, dan dengan berfikir manusia bisa menentukan sikap dan tindakannya. Pemikiran (fikroh) atau pengetahuan yang masuk pada diri seseorang kemudian difikirkan dan akhirnya menjadi suatu pemahaman yang berhubungan erat dengan sikap dan tindakan. Jadi Pemahaman (mafhum) seseorang terhadap sesuatu akan menentukan sikap dan tindakannya terhadap sesuatu.

Fikroh yang sudah menjadi mafhum ini merupakan kunci jatuh bangunnya seseorang atau ummat.
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum, sebelum kaum itu mengubah keadaannya sendiri.”(QS. Ar-Ra’d : 11)

Adapun fikroh yang mampu membawa diri atau ummat untuk bangkit adalah fikroh yang mendasar, yaitu fikroh menyeluruh yang langsung mempertanyakan posisi manusia di alam semesta ini dan langsung menjawab problematika utama yang ada pada diri manusia, yaitu pertanyaan-pertanyaan yang dibawa sejak lahir. Darimana aku? Untuk apa aku lahir ke dunia? Dan akan kemana aku setelah mati?

Untuk menjawab ketiga pertanyaan tersebut, hanya fikroh yang paling mendasarlah yang bisa langsung menjawab dan memecahkan problematika kehidupan. Fikroh yang demikian disebut AQIDAH, yaitu pemikiran yang paling mendasar dan menyeluruh tentang alam semesta, kehidupan dan manusia serta hubungan ketiganya (alam semesta, kehidupan, dan manusia) dengan alam sebelum dan sesudah dunia. Kalau digunakan gagasan di atas, ada tiga aqidah yang mampu menjawab pertanyaan tadi, yaitu aqidah Komunis, Aqidah Sosialis dan Aqidah Islam. Sebagai contoh jawaban Komunis terhadap tiga pertanyaan utama tadi adalah :

Pertama : Manusia berasal dari materi, dan manusia tidak diciptakan oleh siapapun.
Kedua : Karena tidak diciptakan siapapun, maka manusia dalam menjalani kehidupan di dunia bebas dalam bertindak.
Ketiga : Karena manusia berasal dari materi, maka apabila manusia itu binasa akan kembali kepada materi.

Dengan demikian problema hidup mereka terjawab, dan mereka menjadi betul-betul bangkit. Meskipun kebangkitan mereka menuju jahanam.
Sedangkan Aqidah Islam mengatakan “Tiada Tuhan selain Allah”. Artinya beriman bahwa alam semesta beserta isinya ada penciptanya, yaitu Allah SWT. Dan Allah pun menurunkan suatu aturan baik untuk alam, kehidupan, maupun manusia. Alam dan kehidupan menerima aturan tanpa menolak sedikit pun, sedangkan manusia bisa menolak bisa juga menerima. Oleh karena itu Allah SWT menurunkan para Rasul, dimana Rasul terakhir adalah Nabi Muhammad saw. Disamping itu manusia harus beriman kepada segala apa yang tercantum dalam Al-Quran yang merupakan firman Allah SWT. Tidak ada satupun yang patut ditolak, termasuk berita-berita mengenai alam ghaib, seperti malaikat, jin, iblis, hari kiamat, hari penghisaban, adanya sorga, neraka dan sebagainya.

Pengertian Mabda’

Pengertian Mabda’ dapat ditinjau dari dua segi, yaitu :
Segi bahasa, diambil dari bahasa aslinya yaitu bahasa Arab, mabda’ berasal dari suatu bentukan masydar mimy dari kata bada’a – yabda’u – bad’an –wa mabda’an, yang artinya memulai.
Segi Istilah, mabda’ adalah aqidah yang berdasarkan akal (Aqidah Aqliyah) yang melahirkan aturan (nidzom). Dari makna istilah dapat dipahami, bahwa mabda’ adalah aqidah aqliyah yang terpancar darinya aturan. Peraturan yang lahir dari aqidah ini tidak lain berfungsi untuk memecahkan dan mengatasi berbagai problematika hidup manusia, menjelaskan bagaimana cara pelaksanaan pemecahannya, memelihara aqidah serta untuk mengemban mabda. Serta penjelasan tentang tata cara pelaksanaan pemeliharaan aqidah dan pengembangan risalah da’wah, inilah yang dinamakan thoriqoh. Adapun selain dari itu yaitu aqidah dan berbagai pemecahan masalah hidup dinamakan fikroh, dengan demikian mabda’ mencakup dua bagian yaitu fikroh dan thoriqoh.
Mabda’ hanya ada pada manusia yang merupakan satu-satunya makhluk yang mampu menerima dan menumbuhkan mabda’ tersebut. Mabda’ yang berkembang berdasarkan akal ada dua kelompok, yaitu :

1. Mabda’ yang berasal dari wahyu Allah SWT
2. Mabda’ yang berasal dari kejeniusan seorang manusia.

Keduanya merupakan asal muasal suatu mabda’. Mabda’ yang berasal dari wahyu Allah SWT, pasti kebenarannya (qoth’i) sedangkan mabda’ yang lahir dari kejeniusan seorang manuisa patut diragukan (dzonni) karena berasal dari benak manusia yang terbatas yang bersifat dugaan, kira-kira dan ada kemungkinan salah. Juga terpengaruh lingkungan yang manusia itu diami, misalnya marxisme yang membangkitkan komunisme dan sosialisme. Mabda’ ini lahir karena terpengaruh yang ada saat itu, yaitu Eropa Barat pada Revolusi Industri. Jadi terbatas hanya pada zaman itu saja, perubahan zaman akan diikuti perubahan lingkungan dan permasalahan yang timbul akan lain. Dengan begitu mabda’ yang benar adalah mabda’ yang lahir dari wahyu Allah saja, sebagai Tuhan Pencipta alam semesta yang mengetahui segala sesuatu di dalamnya termasuk manusia, lengkap dengan problematikanya.

Pengertian mabda’ yang mencakup fikroh dan thoriqoh di atas dapat digunakan untuk menguji apakah suatu paham termasuk mabda’ atau bukan. Kalau kita lihat di dunia ini, hanya ada tiga mabda’ yaitu: Sekurelisme, Sosialisme/Komunisme dan Islam. Mabda’ Sekulerisme diemban oleh Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya di Eropa Barat. Mabda’ Sosialisme/Komunisme yang dulu diemban oleh Rusia dan sekutu-sekutunya di Eropa Timur. Sedangkan negara-negara dunia ketiga hanyalah daerah jajahan kedua kelompok tersebut. Adapun Mabda’ Islam sekarang belum diemban oleh satu negarapun. Islam masih hidup dibenak ummat pengemban da’wah, itupun hanya beberapa persen saja, sebab ummat Islam yang lain benar-benar beriman kepada Sekurelisme dan Sosialisme.

Adapun fikroh dan thoriqoh dalam suatu mabda’ tidak menentukan Keshohihan (benar atau salah) suatu mabda’. Tapi yang menjadi indikasi keshohihan suatu mabda’ adalah keshohihan aqidahnya. Aqidah yang shohih memiliki tiga kriteria, yaitu : sesuai dengan fitrah manusia, memuaskan akal dan memberikan ketenangan batin. Mabda’ yang berlandaskan pada aqidah yang shohih adalah mabda’ shohih yang akan memperoleh kebangkitan shohih, yaitu kebangkitan yang mengarah kepada kebahagiaan hakiki.

Perbandingan Mabda’
Kali ini untuk bisa mengetahui hakikat dari masing-masing mabda’ yang ada saat ini, berarti kita harus membuat perbandingan yang mencakup beberapa segi diantaranya :


Asas Sekulerisme/Kapitalisme

Mabda’ ini muncul karena dosa gereja masa lalu. Sejak berkuasa di kerajaan Romawi hingga abad pertengahan di Eropa, gereja bekerja sama dengan kaum bangsawan (feodalis) terus menerus menindas rakyat. Sebodoh-bodohnya bangsa Eropa, lama-kelamaan merasa muak terhadap gereja, khususnya ketika masa Renaissance (lahir kembali) mulai muncul dan berkembang di Eropa. Sehingga terkenal satu slogan Revolusi Perancis: “Gantunglah feodalis terakhir dengan usus pendeta terakhir” artinya keduanya harus dihabisi (dibunuh).
Dari sinilah lahirnya perselisihan antara kaum intelektual dengan kaum gereja yang bekerja sama dengan kaum bangsawan. Kaum gereja sebagai kaum yang mengatasnamakan Tuhan, menginginkan berkuasa penuh. Sebaliknya kaum intelektual menghendaki dihilangkannya agama, karena menimbulkan malapetaka bagi ummat manusia. Pendapat intelektual tersebut tidak terlepas dari keterbatasan manusia yang dipengaruhi lingkungannya. Mereka menganggap bahwa agama itu hanya Kristen, dan mereka kenal Kristen itu bejat, sehingga mereka menganggap bahwa agama itu bejat. Oleh karena itu mereka bersikeras untuk menyingkirkan agama dari kehidupan rakyat. Percekcokan terus berlangsung karena yang satu ingin mempertahankan kekuasaan, dan yang lain ingin merebutnya.

Setelah sekian lama, terutama setelah kaum gereja semakin terpojok, akhirnya ditemukan jalan tengah berupa kompromi, yaitu dengan memenangkan kedua belah pihak. Eksistensi gereja (agama) masih diakui, tetapi tidak boleh mengatur kehidupan. Yang mengatur kehidupan adalah manusia. Mereka menganggap Tuhan sebagai pembuat arloji (God is watch maker) setelah diciptakan arloji dibiarkan berjalan sendiri. Mereka percaya, bahwa Allah menciptakan alam semesta ini, namun alam ini kemudian berjalan dengan sendirinya. Mereka menunjukkan adanya hukum alam sebagai bukti. Para filosof mengambil data ilmiah yang ditemukan oleh Isaac Newton (setelah membaca literatur-literatur Islam) berupa hukum “Gravitasi”, kemudian menyimpulkan bahwa alam ini mengatur dirinya sendiri. Oleh karena itu mereka berkesimpulan bahwa setelah menciptakan manusia, Allah istirahat dan manusia dibiarkan mengatur dirinya sendiri. Dari sinilah lahirnya Sekulerisme.

Jadi Asas dari Sekulerisme adalah memisahkan agama dari kehidupan. Artinya memisahkan agama dari ketatanegaraan karena negara adalah perlambang atau wakil dari kehidupan ummat. Jadi Sekulerisme ini juga aqidah, karena paham ini percaya adanya dunia, adanya alam sebelum dunia (pencipta) dan alam sesudah dunia (akhirat), hanya saja menganggap ketiganya tidak ada hubungan. Jadi apapun yang dilakukan didunia ini tidak akan ditanya di akhirat, terutama yang ada hubungannya dengan gereja, sebab kehidupan dunia telah terbebas dari agama.

Komunisme

Asas Komunisme adalah Materialisme, yaitu bahwa alam semesta terdiri dari materi belaka, tidak ada unsur ruh sedikitpun. Materi itu menciptakan kehidupan. Materi itu abadi bahkan azali. Alam sebelun dan sesudah kehidupan dunia adalah materi, sedangkan kehidupan dunia itu sendiri adalah jelmaan dari materi yang bernafas. Asal kehidupan terjadi dengan sendirinya (Generatio spontaniae).

Dongeng tentang kehidupan yang mereka buat adalah bahwa hidup itu berasal dari materi, materi membentuk atom, atom membentuk molekul, kemudian membentuk asam amino. Tiba-tiba ada listrik dan terbentuklah makhluk hidup yang paling sederhana yaitu virus. Dari virus berkembang dan berevolusi menjadi makhluk bersel satu kemudian menjadi makhluk-makhluk lain yang lebih kompleks, misalnya kecoa, ikan, tikus, anjing, monyet dan akhirnya menjadi manusia.

Mereka mengingkari sisi rohani, yaitu adanya pencipta dibalik kehidupan. Mereka menganggap bayi lahir sekedar adanya pertemuan sperma dengan sel telur. Sehingga Descrates mengatakan “Beri aku materi, maka kuciptakan kehidupan”.

Aqidah Komunis ini memang berbeda dari Sekulerisme namun dalam memandang kebahgiaan di dunia ini mereka sepakat, bahwa “kebahagiaan” itu adalah mereguk sebesar-besarnya kenikmatan dunia.

Islam

Asas dari mabda’ Islam adalah aqidah Islam yaitu: “Laa ilaaha ilaallah Muhammadarrasulullah”. Penjabarannya adalah, bahwa dibalik alam semesta, kehidupan dan manusia ini ada pencipta, yaitu Allah ‘Azza wa jalla, inilah sisi kerohanian. Artinya mengakui bahwa benda-benda itu adalah makhluk Allah, sedangkan wujud dari benda-benda itu adalah sisi materi. Jadi dalam beriman kepada Allah harus disertai iman kepada kenabian Muhammad Rasulullah dan iman kepada Qur’an tanpa ragu sedikitpun, sehingga apa yang datang dari Al-Quran harus diterima.

Dalam memandang dunia, alam sebelum dan sesudah kehidupan didunia ini Islam menyatakan adanya hubungan. Yaitu adanya Allah yang memberikan perintah untuk beribadah di dunia serta adanya perhitungan dan balasan diakhirat terhadap amal ibadah yang dilakukan di dunia. Jadi harus terikat dengan Syari’at Allah.

Dalam beramal, Islam mengenal pandangan mencampurkan materi dengan ruh. Misalnya seseorang yang berbicara dengan orang lain, unsur materinya adalah perbuatan berbicara itu, sedangkan unsur ruhnya adalah kesadaran dari pembicara bahwa apa yang ia bicarakan itu akan dipertanggungjawabkan nanti dihadapan Allah SWT pada hari kiamat. Dalam masalah berdagang, unsur materinya adalah perdagangan itu, sedangkan unsur ruhnya adalah kesadaran pedagang, bahwa barang dagangannya dapat dipertanggungjawabkan kehalalan dan keharamannya menurut hukum Islam.

Proses Lahirnya Aturan Sekulerisme/Kapitalisme

Karena asasnya memisahkan agama dari kehidupan, maka aturan harus lahir dari manusia. Manusialah yang berhak membuat aturan. Agama hanya tinggal di masjid-masjid atau gereja-gereja. Dilarang campur tangan agama dalam masalah kehidupan. Dikatakan bahwa agama tidak dilarang, tetapi hanya dibatasi. Agama adalah sesuatu yang sakral, sehingga jangan sampai dicampur adukan dengan masalah politik, ekonomi, sosial, budaya dan lain-lain.

Komunisme

Komunis menganggap bahwa aturan lahir dari perkembangan alat produksi. Ketika alat produksi berupa kapak, lahirlah feodalisme. Ketika kapak diganti dengan mesin-mesin, lahirlah kapitalisme. Setelah kelas-kelas itu hilang, lahirlah sosialisme, dan pada akhirnya nanti akan terwujud surga untuk komunisme. Dari sana kita bisa menyimpulkan bahwa Aturan dari mabda’ ini diambil dari evolusi materi.

Islam

Sedangkan Islam mengakui bahwa Allah SWT sebagai pemegang keputusan hukum, maka aturannya lahir dari syari’at yang ditetapkan Allah melalui Rasul-Nya. Dalam memecahkan problemnya, seorang muslim mempunyai tiga langkah ketika akan menghukumi suatu permasalahan, yaitu: Mempelajari permasalahan yang muncul, Mempelajari hukum yang berkenaan dengan permasalahan tadi, dan akhirnya mengambil hukum baik secara langsug maupun secara istimbath.

Mabda’ yang Shohih

Setelah kita membandingkan ketiga mabda’ yang ada saat ini, maka kita dapat membuktikan dari ketiganya mana yang bisa dikategorikan sebagai mabda’ yang shohih dengan melihat keshohihan aqidahnya. Aqidah yang shohih adalah aqidah yang :

1. Sesuai dengan Fitrah
2. Memuaskan Akal
3. Menentramkan batin

Dari ketiga mabda’ ternyata hanya Islam yang sesuai dengan fitrah manusia, karena secara fitrah keadaan manusia itu terbatas, lemah dan membutuhkan perlindungan kepada sesuatu yang memiliki kemahakuasaan dan ini dibuktikan dengan mengakui adanya Pencipta dan kekuasaan-Nya, sehingga hanya Aturan dari Penciptalah yang berhak dijadikan sebagai tolak ukur perbuatan manusia dalam kehidupan dunia. Berbeda dengan mabda Sekulerisme/Kapitalisme yang mengakui adanya Pencipta, tetapi menafikan kemahakuasaannya sehingga dalam menjalankan kehidupan dunia tidak menerima Aturan dari sang Pencipta, dengan begitu jelas bahwa mabda ini tidak sesuai dengan fitrah manusia dari sisi memisahkan agama dari kehidupan, sehingga mabda ini menghendaki aturan yang dipakai dalam kehidupan dunia adalah aturan buatan manusia yang berlandaskan manfaat yang tidak ada hubungannya dengan agama. Sedangkan Komunis nyata-nyata tidak mengakui adanya Pencipta.

Aqidah Islam pun menyatakan bahwa alam semesta, manusia dan kehidupan ini diciptakan oleh Allah SWT sesuai dengan akal baik melalui penalaran maupun dengan bukti-bukti yang nyata. Tentunya setiap yang lemah, terbatas, serba kurang dan saling membutuhkan satu dengan yang lainnya itu ada Penciptanya. Sehingga jika ada orang komunis menyatakan bahwa pencipta itu tidak ada, adalah tidak logis dan tidak dapat dibuktikan kebenarannya. Sedangkan pengakuan Sekulerisme/Kapitalisme terhadap adanya Pencipta alam semesta, manusia dan kehidupan tapi menyatakan bahwa pencipta idak mampu mengaturnya adalah jelas tidak logis pula. Sehingga kecuali Islam, kedua mabda lainnya (Komunis dan Kapitalis) tidak dapat memuaskan akal.

Ketika menyadari bahwa alam semesta, manusia dan kehidupan ini ada yang menciptakan dan Penciptanya pun menurunkan Aturan (perintah dan larangan) yang tentunya harus dilaksanakan dalam seluruh aktivitas kehidupan yang pada akhirnya kita akan mempertanggungjawabkan seluruh aktivitas kehidupan kita dihadapan Pencipta, maka kita telah mendapatkan sedkit gambaran dari ketiga mabda yang ada saat ini dan Mabda’ Islamlah mabda’ yang shohih, artinya dia memang sebuah mabda’ bukan ciptaan manusia. Bahkan dia ada lebih dahulu sebelum munculnya Kapitalisme dan Sosialisme. Jadi salah besar jika dikatakan bahwa Islam adalah hasil olahan Kapitalisme dan Sosialisme, dengan mengambil yang baik-baik saja dari keduanya. Islam adalah kepunyaan Allah SWT sebagai Pencipta alam semesta beserta seluruh isinya dan Allah SWT hanya meridhoi Islam untuk manusia, yang lain adalah bathil dan pasti akan lenyap, cepat atau lambat.

“Pada hari ini telah Ku-sempurnakan kepadamu agama kamu dan telah Ku-cukupkan atas kamu nikmat-Ku, dan Aku telah ridhla Islam sebagai agamamu….” (QS. Al-Maidah:3)

“Sesungguhnya agama yang diridhai disisi Allah hanyalah Islam”. (QS. Ali Imran:19)

Kamis, 08 Januari 2009

SeniorKU Bilang!!!

sebuah perjalanan hidup layaknya Sebuah kapaL yang asyik berlayar. ya…saat sang awak kapal butuh keperluan perjalanan atau sekedar bahan bakaR untuk terus berlayar, kapalpun bertepi…!banyak pengalaman yang ditemukan saat berlabuh karena bertemu dengan Sesama yang memiliki emosi dan rasa yang berbeda, begitu pula hidup ini.

seNior q bilang hidup ini penuh perjuangan untuk mencapai seBuah angan-angan dan tujuan, dia bilang “hidup itu adalah perjuangan dan perjuangan itu harus diselesaikan…” bait yang indah bukan? perjalananpun q lanjutkan sampai q pada persinggahan selanjutnya q bertemu seniOr baru…paras yang berbeda, kulit yang tak sama namun pola pikir yang tak jauh berbeda diapun mengatakan hal yang sama pada q. namun sapa sangka bila caranya menyikapi hal yang sama taklah sama, dan banyak-banyak lagi yang berbeda lainnya.

Namun satu hal yang q dapat dari mereka adalah sebuah warna hidup yang harus q renungkan. satu kalimat “tunduk terdiam, bangkit melawan mundur adalah seBuah pengkhianatan” adalah sebuah slogan yang mereka semua ketahui, tapi apakah mereka semua mampu menyikapi dengan layak dan bijak…ntahlah hanya mereka yang tau?.

mudah memang dalam berkata-kata tapi sebuah kata yang tak mampu dipertanggung jawabkan dengaN bijak apakah bukan sebuah pengkhianatan? sebuah tantangan yang terjawab dan tak mampu untuk disikapi dengan matang , apakah bukan seBuah ketertundukan ? . tak banyak yang mampu q sampaikan namun lewat sebuah tulisan yang kiraNYa mampu q pertanggung jawabkan ini aq pun berteriak “kata2 bukanlah jiwa, namun JIwa adalah sebuah implementasi yang dihias dengan kata2″ .

aq adalah diri q. bukan dirinya ataupun dirimu!!!

by : Agus Hermawan

Rabu, 07 Januari 2009

REDEFINISI PANDANGAN TERHADAP REBOISASI HUTAN

Tak dapat dipungkiri bahwa hutan selama ini telah memberikan kontribusi yang sangat besar kepada masyarakat Kalimantan secara khusus dan bagi masyarakat bangsa ini bahkan dunia. Baik dari sisi ekonomi yang merupakan mata pencaharian masyarakat setempat bahkan hutan juga merupakan paru-paru dunia yang merupakan produsen oksigen demi kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lainnya.
Namun, karena keserakahan kita sebagai populasi yang mampu untuk mengolah sumber daya alam ini telah merusak keseimbangan ekosistem yang ada. Dan baik kita sadari atau tidak maka cepat atau lambat hutan akan habis tanpa adanya pembenahan dari sekarang. Dan bolehlah kalau saya menyebutkan kalau kiamat bahwasanya kita yang menentukan. Kenapa tidak kalau hutan telah habis maka keseimbangan Bumi akan terganggu karena lapisan Ozon menipis kemudian terjadi longsor,gempa dan banjir disana sini belum lagi ditambah efek Global Warming yang mampu membuat bongkahan-bongkahan Es dikutub utara dan kutub selatan mencair, yang pada dasarnya sumber dari malapetaka tadi adalah karena hutan kita telah gundul dan habis.
Merujuk dari pertemuan yang diadakan di Bali oleh sejumlah negara yang dihadiri hampir 10.000 peserta dari 185 Negara dan 330 lembaga swadaya masyarakat beberapa waktu lalu yang terhimpun dalam Konferensi PBB mengenai perubahan iklim pada 3-14 Desember 2007 ( Kompas 16 Desember 2007) yang menghasilkan kesepakatan bahwa Negara-negara berkembang wajib untuk menjaga kelestarian hutannya dan Negara-negara maju akan bertindak sebagai donatur Negara-negara berkembang tadi untuk pendanaan pelestarian hutan di kawasan negaranya atau lebih dikenal dengan Carbon trading.
Hal ini adalah merupakan solusi terburuk yang pernah ada. Bagaimana tidak, dengan seperti itu sama saja kita telah membenarkan Negara-negara maju itu untuk terus mengeksploitasi SDA tanpa harus pusing-pusing memikirkan akibatnya karena kita yang notabanenya negara berkembang berusaha mati-matian untuk menanggung akibat dari perbuatan mereka. Belum lagi masalah intern negara kita yang selama ini masyarakatnya 80% mata pencaharian mereka tergantung dari hutan terancam tak dapat lagi menggunakan hutan untuk mencari nafkah dan meningkatlah lagi jumlah pengangguran dalam negara ini, hal ini seharusnya dapat menjadi pertimbangan dan perhatian yang lebih bagi pemerintah kita sebelum buru-buru menyetujui hasil dari Konferensi Perubahan Iklim di atas .
Nah, rana pemikiran seperti inilah yang harusnya kita rubah. Perlu adanya Redefinisi Pandangan Terhadap Reboisasi Hutan, harus kita sadari bahwa yang harus menjaga kelestarian hutan, penanaman hutan kembali maupun menjaga lingkungan merupakan kewajiban seluruh masyarakat Dunia. Karena sangat tidak mungkin apabila seseorang mengalami kecelakaan maka yang luka parah adalah orang lain, begitu pula analogi ini berlaku bagi Lingkungan kita Indonesia yang akhir-akhir ini sering mengalami berbagai bencana alam bukan karena Amerika yang tidak mau melestarikan hutan tapi lebih karena kita sendiri yang tak mau bersahabat dengan alam.
Haruslah semua elemen dari Bumi ini berkewajiban untuk melestarikan hutan. Karena jika hal ini mampu terwujud maka tak akan ada lagi yang perlu kita khawatirkan. Masyarakat sejahtera karena sumber mata pencaharian tak hilang dan kehidupan kitapun akan lebih tenteram dengan tidak memikirkan lagi Global Warming, perubahan iklim Dunia dan sebagainya. Tapi memang hal ini butuh proses panjang dan harus dikerjakan secara Profesional dan Proforsional. Tapi justru ini adalah tantangan dan PR yang harus kita selesaikan kedepan.

By : Agus Hermawan

DILEMA EMANSI PEREMPUAN MASA KINI

Disepanjang sejarahnya perempuan telah banyak berjuang untuk mendapatkan hak-haknya melalui emansipansi. Tapi dari kenyataan yang kita lihat sekarang, ternyatan perempuan masa kini seolah kembali terjerumus kedalam penjajahan modern emansipasi itu sendiri. Buktinya…! Perempuan masa kini menganggap dirinya merdeka yang tanpa dirasakan malah terjebak ketika meg-eksploitasi diri terhadap kemerdekaannya.
Kemudian merekapun dianggap biang atas krisis moral bangsa ini, mulai kasus pornografi, komersialisasi seks, pamer tubuh (iklan), tarian erotis dan banyak hal lagi yang sasaran utama dan umpannya adalah perempuan, lihatlah tayangan-tayangan televisi kita yang banyak meng-ekploitasi sensualitas perempuan…!
Benarkah perempuan sekarang seakan lupa akan hakekat dirinya…? Terlebih karena mereka hanya menonjolkan kecantikan wajah dan kemolekan tubuhnya. Dimanakah esensinya sebagai kaum yang santun…? Lantas apa yang dapat diharapkan dari kaum perempuan seperti ini…
Idealnya, perempuan yang sadar dan bertanggung jawab sebagai anggota masyarakat seharusnya kembali mengingatkan sesamanya yang jatuh kedalam dunia hitam seperti itu. Karena lisan perempuan akan lebih dapat mengena ke dalam hati sanubari sesama mereka disbanding lisan pihak lain (laki-laki), untuk mengembalikan identitas mereka sebagai manusia yang santun dan bermartabat.
Dengan kondisi seperti ini, perempuan yang sadar idealnya wajib mengemban tugas untuk menjelaskan kembali fungsi norma-norma agama untuk menghantarkan sesamanya menuju kebahagiaan hakiki sesuai keyakinan agama masing-masing. Perempuan yang tercerahkan harus mengingatkan sesamanya akan peran dan tugas yang dipikul perempuan, baik melalui pendekatan, media pelatihan dan cara lainnya. Tugas ini akan berhasil jika dilakukan oleh perempuan itu sendiri dari pada diserahkan kepada laki-laki, karena memang persamaan memiliki kekuatan emosional kesadaran dan akal.
Harus kita sadari bahwa yang namanya perempuan mampu menjadi sumber daya yang jitu untuk memperbaiki sebuah masyarakat. Disamping itu, iapun mampu manjadi sarana jitu untuk merusak dan menghancurkan sebuah masyarakat.
Untuk itulah diperlukan peran-peran perempuan yang sadar untuk ikut serta dalam membentuk masyarakat religius sesuai dengan keyakinan spiritualnya masing-masing sehingga kondisi semacam pro dan kontra RUU APP (Rancangan Undang-undang Anti Pornografi dan Pornoaksi) bisa ditemukan titik tengahnya.


Oleh :
Agus Hermawan

Sebuah Tanya Kepada Semua Apa Itu Cinta…???

“Cinta”. Ya kata inilah yang selalu q dengar kemana saja arah kaki melangkah, kemana saja busur mata memandang dan kemana saja tarian mulut berbicara bahkan letih juga kalee telinga ini mendengar satu kata itu...! ada satu pertanyaan dalam hati kecil q, apakah benar setiap apa yang kulihat dan kudengar tersebut adalah benar cinta adanya...hal ini pula yang q coba tanya kepada siapa saja yang melihat coretan yang belum tentu layak ini.
Benarkah setiap insan yang bercumbu tanpa mengindahkan norma ditengah keramaian, disetiap kaki ini melangkah adalah cinta...? benarkah pula setiap dari mereka yang berbicara sajak dan puisi layaknya pujangga adalah pencinta yang sesungguhnya atau benarkah juga setiap dari mereka yang mencoba mendengar setiap bait untaian kata mesra adalah pencinta pula ataukah dari kesekian mereka hanyalah aktor yang merekayasa setiap bait dari kata “cinta”, berakting dengan alur skenario western yang selalu mengatas namakan cinta yang pada esensinya para pelakon tersebut hanyalah korban dari budaya yang mereka sendiri tak mengerti kemana arah dan jalannya berujung.
Dilema memang...! disatu sisi aq dan teman2 yang masih tergolong remaja tanpa harus menafikan diri juga menginginkan hal itu, tapi disisi lain sebagai insan yang masih memiliki akal dan hati untuk memilih aq dan mungkin juga teman2 masih memiliki sedikit motivasi untuk mencari esensi dari cinta yang sebenarnya. Aq pun tak tau apakah mereka yang banyak itu tergolong yang benar dalam mengartikan cinta ataukah cinta itu seperti yang telah q lihat dalam “Ayat-ayat Cinta” dan buku2 yang mendekatkan sayang q kepada sang pencipta melalui insannya yang q suka tanpa harus memberinya noda sebelum ikrar q dengannya.
Ya...biarlah aq dan teman2 q ini mencari dan terus mencari hingga arti “Cinta” yang sesungguhnya kami temukan.

Siapa Aku...?


Menurut saya, aku sejati adalah jati diri kita (berupa eksistensi) yang sesungguhnya yang ada dahulu, sekarang dan yang akan datang. Setiap orang memiliki jati diri yang mempunyai keunikannya masing- masing. Kata "keunikan" ini sengaja dipakai untuk menggantikan kata "kelebihan dan kekurangan" agar kita tidak terjebak dalam pandangan untuk saling membandingkan. Keunikan jati diri masing-masing ini adalah merupakan hasil dari proses-proses terdahulunya dan merupakan awal dari proses kedepan yang juga tidak perlu dibandingkan dan dinilai berlebihan, akan tetapi haruslah dipahami dan disadari sepenuhnya.

Justru Siu Tao ( ) itu tujuan pokoknya adalah untuk meningkatkan kualitas dari "Aku Sejati" kita masing-masing. Maka alangkah ironisnya jika kita Siu Tao ( ), tetapi tidak tahu dulu apa dan bagaimana "Aku Sejati" kita masing-masing ?!?

Bagi seorang yang praktis dan simpel, apalagi yang sudah memiliki dasar-dasar pengertian mengenai konsep Tao yang relatif cukup kuat memang akan lebih mudah menangkap pengertian dan mencernanya sehingga dapat membayangkan dan mempersepsikan apakah AKU SEJATI itu.

Tetapi tentunya wajar dan sangat manusiawi jika seorang yang belum mengerti menjadi semakin bingung dan tidak mengerti apa dan bagaimanakah AKU SEJATI itu sebenarnya, apalagi jika dalam pembahasan dan penjelasan-penjelasannya banyak menggunakan bahasa dan istilah-istilah yang cenderung membingungkan . Contohnya ada Nyawa, Roh, Jiwa, Sukma, Hati, Hati Nurani, Kesadaran, Bawah Sadar, Mental, Aku Sejati, Yensen, Linghuen, Sin, Sing dan lain-lainnya.

Pada dasarnya pemikiran pokok dalam penulisan ini bukanlah mau membahas dan memperdebatkan semua istilah dan kata-kata diatas. Adapun saya lebih cenderung untuk mengajak pembaca berpikiran praktis dan simpel dalam permasalahan merevisi diri dengan titik tolak pengenalan diri (katakanlah "Aku Sejati") yang lebih dipandang dari sudut psikologi modern yaitu dengan mengenal kepribadian diri kita masing-masing untuk kemudian melangkah kedalam suatu usaha pengontrolan dan perbaikan kepribadian kearah yang lebih positif.

Hal ini menurut saya mungkin lebih relevan, jelas dan lebih bermanfaat sebelum kita berbicara terlalu jauh dalam keabstrakan yang sangat dalam.

Secara singkat dapat saya utarakan bahwa hal - hal yang harus dapat kita kenali dari diri kita adalah sebagai berikut:

* Sifat - sifat dan karakter

Setiap orang pasti membawa sifat-sifat dan karakternya sendiri-sendiri, setiap orang walaupun bisa saja ada kemiripan tapi tidak pernah ada yang sama persis dalam hal ini.

Menurut saya sebenarnya sifat-sifat dan karakter dalam diri seseorang ini tidak ada batasan "baik-buruknya" karena bagaikan "rasa dan aroma dalam setiap masakan saja", hanya saja kalau banyak orang yang dapat menerima dan menyenangi maka dianggap "baik" sedangkan kalau banyak orang tidak dapat menerima dan tidak suka maka dinilai "tidak baik". Tentu pada akhirnya mau tidak mau harus "ada penilaian", yang mana sebagai kaum Siu Tao ( ) kitapun tidak bisa terlepas dan sudah sewajarnya berusaha mengejar nilai-nilai berlaku yang baik.

* Hasrat dan keinginan

Setiap orang pasti memiliki hasrat dan keinginannya masing-masing, yang biasanya adalah merupakan refleksi dari sebuah bentuk ideal / cita-cita yang awalnya bersumber dari ego. Dalam bentuk yang paling sederhana dan murni bisa disimpulkan bahwa ego semua manusia itu pada dasarnya adalah "baik" karena secara alamiah bersumber dari "survival spirit" (naluri mempertahankan hidup). Sehingga setiap manusia selalu bermotivasi untuk mempertahankan hidupnya serta terus mengembangkan hidup ke kondisi yang semakin baik dan jauh dari resiko - resiko kesusahan baik secara fisik maupun mental.

Nah, karena begitu kompleknya keadaan yang ada maka akhirnya latar belakang dan kesempatan yang ada pada seseorang akan berbeda dengan orang lainnya. Hal ini pulalah yang kemudian harus bisa juga dipahami dan disadari sehingga kita bisa benar-benar menyatu dengan hasrat dan keinginan kita sesuai kealamiahannya masing-masing (hasrat dan keinginan ini saya anggap sebagai suatu daya pendorong gerak yang sangat murni dan tulus). Tetapi tentunya keadaan sosial tetap harus dijadikan rambu-rambu keseimbangan geraknya.

* Kemampuan

Penguasaan terhadap suatu hal yang merupakan ciri khas seseorang yang dimiliki dan didapat secara dan dalam kealamiahannya masing - masing, haruslah terus digali dan dikembangkan serta dipergunakan secara positif demi kepentingan kebaikan yang semakin luas semakin baik. Dalam hal ini yang namanya kemampuan itu, normalnya memang akan selalu terasa kurang bagi semuanya, karena adanya kondisi persaingan yang semakin mengetat.

Oleh karena itu jika bisa mengenal kemampuan diri maka secara lebih gampang pula kita dapat terus mengembangkannya sehingga mencapai suatu level yang relatif tinggi. Biasanya kemampuan seseorang itu berupa wawasan, pengetahuan, kepandaian dan keahlian, yang merupakan hasil dari perpaduan antara intelegensi dan emosi melalui proses belajar (baik sekolah maupun otodidak) serta pengalaman-pengalaman sepanjang hidupnya.

Dari sini, maka kita dapat disimpulkan bahwa "belajar" dan "berlatih" adalah dua hal pokok yang sangat berperan dalam usaha meningkatkan kemampuan diri.

* Ketidakmampuan & keterbatasan

Diluar kemampuan yang ada, maka adalah hal yang alami pula bahwa setiap insan didunia ini selalu diliputi juga oleh ketidakmampuan dan keterbatasan (sengaja penulis tidak menggunakan kata "kelemahan" untuk memberikan nuansa optimisme).

Adapun merupakan hal yang juga tidak kalah pentingnya dalam proses pengenalan diri kita masing-masing untuk justru lebih mengenal ketidakmampuan dan keterbatasan yang ada dengan motif untuk memperbaiki dan merubahnya sebisa mungkin sehingga menjadi faktor yang bahkan dapat diandalkan. Dalam masalah ini memang kemauan dan usaha keras secara konsisten mutlak diperlukan , karena biasanya untuk dapat bisa "mengakui" bahwa kita mempunyai ketidakmampuan dan keterbatasan saja sudah sangat sulit (karena harus melawan ego dan kesombongan kita) apalagi untuk merubahnya.

Modal dasar utama yang diperlukan untuk mengatasi hal ini adalah kejujuran dan keterbukaan. Akan tetapi dilain sisi, jangan pula kita sampai terjerumus dan terseret arus pola berpikir pesimis yang akhirnya justru membesar-besarkan faktor ketidakmampuan dan keterbatasan yang ada menjadi senjata dan alasan untuk meng "cover" semua hal dalam kehidupan ini yang memang sulit dan berat bagi siapapun.

* Latar belakang

Latar belakang bisa dianggap sebagai akar dari semua perkembangan yang timbul dan ada sekarang ini bagi siapapun juga. Walau kita pada akhirnya memang tidak perlu mempermasalahkan tapi bisa memahami latar belakang dari diri kita sedikit banyak dapat berguna untuk mengetahui siapa dan bagaimana diri kita yang sesungguhnya.

Oleh karena itu pula dalam metode-metode pengembangan kepribadian yang paling modern sekalipun, pemanfaatan latar belakang diri seseorang sebagai alat refleksi diri untuk membangkitkan pemicu semangat kearah yang lebih efektif masih sangat ampuh dan bermanfaat. Didalam hal ini kita sebagai seorang insan Tao modern yang proaktif tentunya diharapkan juga dapat memahami dan menyadari hal tersebut, sehingga dapat memandang diri sekarang ini secara komprehensif sebagai suatu hasil dari proses-proses terdahulu yang berkesinambungan untuk dijadikan landasan kearah depan yang lebih baik dan semakin baik.

Bagi sebagian orang mengenali diri sendiri mungkin adalah masalah yang mudah tapi umumnya sebagian besar orang menganggap adalah masalah yang sukar dan sulit. Secara pribadi saya sendiri berpendapat bahwa mengatasi proses pengenalan diri sendiri ini memang bukanlah sebuah pekerjaan yang mudah dan gampang. Permasalahan utama yang sering timbul dan menghambat kita untuk dapat mengenali diri kita ini adalah kemampuan diri untuk berdiri secara "jujur, obyektif dan adil" dalam memberikan pandangan terhadap diri sendiri.

Nah, dalam kenyataannya memang hal inilah yang justru jarang bisa dilakukan oleh setiap orang . Akhirnya proses mengenali diri sendiri ini memang akan menjadi sangat sulit dan membingungkan karena faktor ketidak jujuran, ketidak obyektifan dan ketidak adilan dalam memandang diri itu sendirilah yang harus bisa disadari dan diperbaiki (revisi).

Keluarga Pondasi Sosial

Dan Ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan Sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar” (Al-Anfal: 28)

Kehidupan keluarga disamping menjadi salah satu dari sekian banyak tanda-tanda kebesaran Allah, juga merupakan nikmat yang patut disyukuri dan dijadikan sarana meraih kebaikan dan pahala yang besar di sisi Allah. Allah swt berfirman:

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”. (Ar-Rum: 21). Dalam ayat yang lain Allah berfirman:

“Allah menjadikan bagi kamu isteri-isteri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan bagimu dari isteri-isteri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezki dari yang baik-baik. Maka mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah ?”. (Al-Isra’: 72).

Untuk itu, harga mahal keberlangsungan sebuah rumah tangga mutlak dipertaruhkan karena memang dari sebuah institusi yang baik akan lahir alumni generasi yang baik pula. Allah berpesan untuk terlebih dahulu mempertahankan institusi ini:

“Dan bergaullah dengan mereka(istri-istri) secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak“. (An-Nisa’: 19)

Menurut Sayyid Quthb ayat ini merupakan sentuhan jiwa yang menenangkan hati dari gejolak amarah dan akan mampu memadamkan api kebencian sehingga mengembalikan kehidupan rumah tangga kepada ketenangan dan kedamaiannya semula seperti yang dicita-citakan oleh Islam. Ayat ini juga secara implisit mengisyaratkan bahwa merupakan hal yang lumrah terjadi suatu saat secara emosional perasaan benci dan sebagainya yang terkadang turut memperkeruh suasana rumah tangga, namun keutuhan sebuah rumah tangga merupakan kata kunci yang tidak bisa ditolerir untuk membangun kehidupan keluarga yang baik.

Mustahil akan lahir anggota keluarga yang baik dari institusi rumah tangga yang rusak dan tidak mampu mempertahankannya.

Dalam bahasa Ibnu Asyur, Keluarga selain bisa menjadi Asbabul Ujur (peluang dan sarana mendapatkan pahala), ia juga bisa menjadi Asbabul A’tsam (peluang dan sarana menerima dosa) jika terjadi pengabaian akan tugas dan tanggung jawab masing-masing dalam kehidupan keluarga. Untuk itu, institusi ini termasuk yang mendapat perhatian besar Al-Qur’an.

Tercatat wanti-wanti Al-Qur’an tentang keberadaan keluarga, yaitu tentang anak dan istri yang bisa menjadi fitnah dalam arti ujian dan cobaan. Allah swt berfirman tentang kenyataan ini yang diawali oleh ayat di atas yang redaksinya mirip dengan surah At-Taghabun: 15 dan surah Al-Munafiqun: 9. Bahkan keberadaan mereka dalam keluarga bisa menjadi musuh yang menghalangi seseorang dari mentaati perintah Allah swt:

“Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya di antara Isteri-isterimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu. Maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka) Maka Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (At-Taghabun: 14)

Tentu agar keberadaan keluarga tersebut menjadi pundi kebaikan dan pahala dari Allah, maka ‘tarbiyah’ dalam arti yang luas merupakan pondasi dasar yang harus senantiasa ditingkatkan dan dipertahankan dalam keadaan bagaimanapun. Begitulah urgensi pesan Ya’qub terhadap keadaan keberagamaan keluarganya pasca ketiadaannya nanti:

“Adakah kamu hadir ketika Ya’qub kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika ia Berkata kepada anak-anaknya: “Apa yang kamu sembah sepeninggalku?” mereka menjawab: “Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu, Ibrahim, Ismail dan Ishaq, (yaitu) Tuhan yang Maha Esa dan kami Hanya tunduk patuh kepada-Nya“. (Al-Baqarah: 133).

Justru kegundahan dan perhatian Ya’qub terhadap anak keturunannya adalah bagaimana sikap keberagamaan mereka pasca kewafatannya kelak. Kekhawatiran beliau tidak tentang kehidupan ekonomi mereka dan lain sebagainya -meskipun ini juga merupakan bagian dari isyarat pesan Allah dalam firman-Nya:

“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak keturunan yang lemah, yang mereka khawatir terhadap mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar“. (An-Nisa’: 9) Namun tentang suatu yang sangat vital dalam kehidupan manusia, yaitu tentang sikap dan pengamalan mereka akan ‘Ubudiyah’ kepada Allah dalam dimensinya yang luas yang tercermin dalam perjalanan tarbiyah atau pendidikan dalam kehidupan keluarga.

Dalam konteks ini, keluarga ‘tarbiyah’ harus punya perhatian yang serius tentang program penjagaan dan perawatan diri dan seluruh anggota keluarga dari jilatan api neraka.

Inilah program inti dan unggulan dari sebuah rumah tangga yang dibangun di atas dasar iman. Karena hanya keluarga yang beriman yang memiliki kepedulian tentang aspek ini seperti yang difahami dari mafhum khitab ayat:

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan“. (At-Tahrim: 6).

Ibnu Mas’ud ra memahami ayat yang diawali dengan khitab khusus untuk orang yang beriman sebagai sebuah ujian akan komitmennya dengan segenap perintah dan larangan Allah swt. Beliau merumuskan satu kaidah yang bijak tentang ayat yang diawali dengan seruan ‘Hai orang-orang yang beriman’:

“Jika kalian membaca atau mendengar ayat Al-Qur’an yang diawali dengan ungkapan ‘Hai orang-orang yang beriman’ maka perhatikanlah betul-betul pesan Allah setelahnya. Karena tidak ada kalimat setelahnya melainkan sebuah kebaikan yang diperintahkan untuk kita melakukannya maupun sebuah keburukan yang Allah cegah kita darinya”.

Ayat ini jelas memerintahkan agar objek kepedulian itu diarahkan secara prioritas tentang keberagamaan dan tarbiyah dalam keluarga, tentang program yang mendekatkan mereka ke dalam syurga dan menjauhkannya dari neraka. Inilah keluarga ideal dan sukses pada kacamata surah At-Tahrim yang menurut Sayyid Quthb sarat dengan penjelasan tentang keadaan keluarga Rasulullah saw. sebagai teladan keluarga sepanjang zaman.

Demikianlah program unggulan keluarga Ya’qub as. seperti yang difahami dari pesan beliau kepada seluruh anak-anaknya: “Adakah kamu hadir ketika Ya’qub kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika ia berkata kepada anak-anaknya: “Apa yang kamu sembah sepeninggalku?” Mereka menjawab: “Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu, Ibrahim, Ismail dan Ishaq, (yaitu) Tuhan Yang Maha Esa dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya“. (Al-Baqarah: 133).

Juga perhatian Ibrahim terhadap keluarganya seperti yang tersebut dalam salah satu doanya yang diabadikan oleh Allah dalam firmanNya: “Ya Tuhanku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan shalat, ya Tuhan kami, perkenankanlah doaku“. (Ibrahim: 40).

Jelas nabi Ibrahim dan nabi Ya’qub sangat faham bahwa kebaikan individu dalam keluarga sangat ditentukan oleh peran seluruh anggotanya. Demikian juga anggota keluarga turut memberi pengaruh pada keburukan dan kesalahan yang dilakukan oleh salah seorang individu dari mereka.

Keteladanan Muhammad dalam hal ini jelas turut disuport dan didukung oleh keteladanan seluruh anggota keluarganya; dari istri-istrinya, mertua dan menantunya serta anak dan cucunya, bahkan sahabat yang menyertai kehidupan beliau, sehingga beliau layak tampil sebagai uswah hasanah (teladan yang paripurna) yang diabadikan oleh Al-Qur’an dalam seluruh dimensi kehidupan tanpa cacat dan cela sedikitpun, “Sungguh telah ada pada diri Rasulullah teladan yang paripurna bagi kamu sekalian“. (Al-Ahzab: 21)

Secara redaksional, ungkapan ‘peliharalah dirimu dan keluargamu’ mengindikasikan satu bentuk pencegahan sebelum terjadinya sesuatu yang tidak diinginkan, seperti terumus dalam pepatah ‘Al-Wiqayatu Khairun Minal ‘Ilaj’ : ‘Mencegah itu jelas jauh lebih baik daripada mengobati’. Tarbiyah itulah bentuk ‘wiqayah’ yang paling efektif untuk mencegah terjadinya penyimpangan dan penyelewengan perilaku anggota keluarga. Pencegahan juga harus diawali dari orang tua yang menjadi cermin keluarga ‘peliharalah dirimu’, yang kemudian akan berlanjut pada pembinaan anggota keluarga yang menjadi tanggung jawab mereka.

Sungguh kita masih punya banyak waktu dan kesempatan di dalam rumah tangga kita untuk melakukan perbaikan dan peningkatan kualitas pembinaan. Hanya dengan prinsip-prinsip tarbiyah Islamiyah itulah kita mampu membangun sebuah peradaban luhur dalam sebuah bangunan rumah tangga yang diidam-idamkan sebagai institusi terkecil yang akan turut mewarnai dan memberi pengaruh pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dalam skala yang lebih besar.

Mudah-mudahan setiap kita akan lebih menfokuskan diri pada pembinaan anggota keluarga secara lebih prioritas yang akan berdampak pada pembinaan masyarat dan umat nantinya. Amin. Allahu a’lam

Kuatkan Kerjasama Laksana Satu Bangunan

Manusia pada hakekatnya makhluk sosial, saling membutuhkan untuk memenuhi keperluannya dan meningkatkan taraf hidupnya. Fitrah inilah yang ditegaskan oleh Islam. Islam memerintah kan untuk saling tolong menolong dalam kebaikan dan manfaat.

Lebih lagi terhadap sesama umat muslim. Bahkan Islam mengibaratkan persaudaraan dan pertalian sesama muslim itu seperti satu bangunan, di mana struktur dan unsur bangunan itu saling membutuhkan dan melengkapi, sehingga menjadi sebuah bangunan yang kokoh, kuat dan bermanfaat lebih.

Rasulullah saw. bersabda:

عن أبي موسى الأشعري ـ رضي الله عنه ـ عن النبي ـ صلى الله عليه وسلم ـ قال : ” المؤمن للمؤمن كالبنيان ، يشد بعضه بعضاً ، ثم شبك بين أصابعه ، وكان النبي ـ صلى الله عليه وسلم ـ جالساً ، إذ جاء رجل يسأل ، أو طالب حاجة أقبل علينا بوجهه ، فقال : اشفعوا تؤجروا ، ويقضي الله على لسان نبيه ما شاء ” . رواه البخاري ، ومسلم ، والنسائي

Dari Abu Musa Al Asy’ari ra. dari Nabi Muhammad saw bersabda:

“Orang mukmin itu bagi mukmin lainnya seperti bangunan, sebagiannya menguatkan sebagian yang lain. Kemudian Nabi Muhammad menggabungkan jari-jari tangannya. Ketika itu Nabi Muhammad duduk, tiba-tiba datang seorang lelaki meminta bantuan. Nabi hadapkan wajahnya kepada kami dan bersabda: Tolonglah dia, maka kamu akan mendapatkan pahala. Dan Allah menetapkan lewat lisan Nabi-Nya apa yang dikehendaki.” Imam Bukhari, Muslim, dan An Nasa’i.

Penjelasan:

Abu Musa, bernama asli Abdullah bin Qais.

المؤمن للمؤمن Sebagian mukmin atas sebagian mukmin lainnya, كالبنيان adalah seperti bangunan.

يشد بعضه بعضاً Sisi kesamaannya dengan bangunan adalah pada sikap saling menopang. ثم شبك بين أصابعه Inilah penjelasan tentang kemiripan keadaan kaum mukminin yang saling menguatkan.

Dari penjelasan ini dapat disimpulkan bahwa siapapun yang ingin memberi penjelasan lebih detail dalam berbicara dapat menggunakan gerakan atau peragaan, agar lebih mudah dipahami dan berkesan dalam hati.

وكان النبي ـ صلى الله عليه وسلم ـ جالساً ، إذ جاء رجل يسأل ، أو طالب حاجة Ketika itu Nabi Muhammad duduk, tiba-tiba datang seorang lelaki meminta bantuan. Penggabungan kata thalib dengan haajah, dalam riwayat lain: kata thalib dibaca tanwin dan hajatan dibaca nashab (fathahatain).

أقبل علينا بوجهه Rasulullah saw. menghadapkan wajah mulianya kepada kami, lalu bersabda: اشفعوا tolonglah keperluan orang yang meminta bantuan ini, dengan kebaikan, maka تؤجروا kalian akan mendapatkan balasan. Firman Allah swt.:

“Barangsiapa yang memberikan syafa’at yang baik, niscaya ia akan memperoleh bahagian (pahala) dari padanya. dan barangsiapa memberi syafa’at yang buruk, niscaya ia akan memikul bahagian (dosa) dari padanya. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” An Nisa’: 85

At Thabrani meriwayatkan dengan sanad shahih dari Mujahid berkata: “Ayat di atas berbicara tentang tolong menolong sesama manusia. Kesimpulan maknanya adalah bahwa orang yang memberikan pertolongan kepada orang lain, maka ia mendapatkan bagian kebaikan, dan barang siapa tolong menolong dalam kebatilan maka ia mendapatkan bagian dosa.

Syafaat hasanah yang disebutkan dalam ayat di atas adalah pertolongan dalam kebaikan, melindungi hak sesama muslim, menghilangkan keburukan atau mendapatkan kebaikan, mencari ridha Allah, tidak ada risywah atau suap. Pada masalah yang mubah atau boleh atau tidak terlarang, tidak untuk menggagalkan salah satu had atau hukum pidana yang telah Allah tetapkan, tidak pula untuk menghilangkan hak orang lain.

Qadhi Iyadh berkata: Tidak ada pengecualian dari ruang pertolongan yang dianjurkan kecuali dalam masalah had atau pidana yang telah Allah tetapkan. Maka dalam masalah yang tidak ada ketentuan had terutama bagi orang yang tidak sengaja, dan dikenal sebagai orang bersih, pertolongan sangat dianjurkan. Selanjutnya ia mengatakan: Adapun bagi orang yang terbiasa dengan tindakan destruktif, terkenal sebagai ahlul bathil maka tidak berlaku syafaat bagi mereka, agar dapat menjadi pencegah kemaksiatannya.

Ungkapan Iyadh ini didukung oleh riwayat Imam Bukhari dan Muslim dalam kitab shahihnya dari Aisyah ra.

” أن قريشاً أهمهم شأن المرأة المخزومية التي سرقت في عهد النبي ـ صلى الله عليه وسلم ـ فقالوا : من يكلم فيها رسول الله ـ صلى الله عليه وسلم ؟ فكلمه أسامة ،فقال رسول الله ـ صلى الله عليه وسلم -أتشفع في حد من حدود الله تعالى ؟ ثم قام فخطب ، ثم قال : إنما أهلك من كان قبلكم أنهم كانوا إذا سرق فيهم الشريف تركوه ، وإذا سرق فيهم الضعيف أقاموا عليه الحد ، وأيم الله لو أن فاطمة بنت محمد سرقت لقطعت يدها “

“Bahwa suku Quraisy disibukkan oleh seorang wanita dari Bani Mahzum yang mencuri pada masa Rasulullah saw. Lalu mereka mencari siapa yang bisa berbicara dengan Rasulullah saw. Maka Usamah menyampaikan hal ini kepada Rasulullah saw. Rasulullah saw bersabda: Apakah kamu hendak memberi pertolongan dalam hukum pidana Allah? Kemudian Rasulullah berdiri dan berkhutbah: “Sesungguhnya hancurnya umat sebelum kalian adalah bahwa mereka itu jika ada orang mulia yang mencuri mereka biarkan, dan jika ada orang yang lemah mencuri mereka tegakkan hukum pidana. Demi Allah, jika Fatimah binti Muhammad mencuri maka akan aku potong tangannya.”

ويقضي الله على لسان نبيه ما شاء Dan Allah menetapkan lewat lisan Nabi-Nya apa yang dikehendaki, artinya meluluskan hajat atau tidak meluluskannya adalah ketentuan dan takdir Allah.

Dari hadits ini dapat diambil pelajaran, di antaranya:

1. Keutamaan tolong menolong antara sesama mukmin, saling menguatkan satu dengan yang lain dengan pertolongan pada hal-hal yang berguna dan bermanfaat. Rasulullah saw telah bersabda: المؤمن للمؤمن كالبنيان

2. Anjuran kepada kebaikan dengan dikerjakan langsung, atau memfasilitasinya. Rasulullah saw menganjurkan syafaat atau memfasilitasi orang lain untuk berbuat baik.

3. Syafaat ditujukan kepada pembesar atau pembuat kebijakan untuk menghilangkan kesulitan, memberi manfaat dan membantu yang lemah. Sebab tidak semua orang dapat berkomunikasi dengannya, dan mampu mendesaknya, atau menjelaskan keinginannya. Pernah ada orang yang meminta syafaat atau pertolongan kepada Rasaulullah saw. -padahal beliau tidak pernah menolak seorangpun- namun beliau menawarkan kepada para sahabatnya untuk membantu orang tersebut. Allahu a’lam

dakwatuna.com
Aku Bicara © 2008. Design by :Yanku Templates Sponsored by: Tutorial87 Commentcute